Ratih menatapku tajam, lalu tersenyum, "duduk di situ yuk. Kita ngobrol sambil ngopi ya."
"Hayu"
Tanpa terasa waktu begitu cepat berlalu. Hampir dua jam ternyata aku ngobrol besama Ratih. Sinar mentari ternyata sudah bersembunyi di balik malam ketika kami berpisah.
"Bram, ternyata ngobrol sama kamu asik juga ya. Tapi, aku bingung. Kita berteman sudah lamaan juga kan, kamu yang tiba-tiba berubah kayak "Baja Hitam" atau aku yang tak pernah "related" sama kamu?"
"Berubah? Aku merasa biasa-biasa aja tuh, memangnya apa yang aneh dariku? Tanyaku pura-pura heran.
"Tau ya. Biasanya kamu itu kan cenderumg diem dan menahan diri. Lha sekarang kamunya yang banyak ngomong dan suka motong pembicaraanku. Sekarang kamu orangnya antusias banget, hahaha"
"Halah, sok teu kamu. Harusnya kamu dulu itu masuk Psikologi, bukan Ekonomi, hahaha."
"Ternyata kamu anaknya pinter juga ya, dan yang paling penting itu, asik diajak ngobrol. Ya udah, kapan-kapan kita ngobrol lagi ya Bram!"
"Hayu, atur saja waktunya. Rat aku juga seneng ngobrol sama kamu. Jadi kalau kamu ajak ketemuan, aku tak akan pernah menolaknya, haha" kataku sambil tertawa untuk menutupi rasa grogiku.
"Sip, sip. oke deh kalau gitu. Kalau besok aku gak ngapa-ngapain, aku telfon kamu ya. oke Bram, bye.
"Bye Rat, ditunggu telfonnya ya, haha"