Mohon tunggu...
Reinhard Hutabarat
Reinhard Hutabarat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kata dan rasa...

Menulis untuk senang-senang...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tiga Hati untuk Satu Cinta

1 Januari 2022   15:45 Diperbarui: 1 Januari 2022   15:54 600
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi cinta segi tiga, sumber: dreamstime.com

Dari mana datangnya lintah? Dari sawah turun ke kali.

Dari mana datangnya cinta? Dari tawa kesetrum ke hati.

.

Armand dan Bram adalah sahabat sejak kecil dan kini mereka sama-sama kuliah di Bandung. Bram seorang pemalu yang introvert dan sebaliknya Armand seorang playboy ekstrovert yang doyan berganti-ganti pacar.

Pada suatu kali Bram jatuh cinta kepada Ratih, teman satu kuliah Bram dan Armand juga. Bram sebenarnya sering ngobrol dengan Ratih, tapi ia tak pernah berani mengutarakan perasaannya kepada Ratih. 

Natal yang bersamaan dengan pesta ulang tahun Ratih pun tiba. Momennya dirasa tepat, Bram berniat mengutarakan perasaannya kepada Ratih. Betapa terkejut dan kecewanya Bram ketika ia hendak mengetuk pintu kamar Ratih yang terbuka sedikit itu, ia melihat Ratih dan Armand berpelukan sambil berciuman. Tatapan mata keduanya tidak bisa berbohong. Cinta Bram rupanya bertepuk sebelah tangan.

 Akan tetapi Ratih tidak bisa disalahkan. Bram belum pernah mengungkapkan perasaannya kepada Ratih, dan Ratih tidak pernah tahu kalau Bram suka padanya. Sebaliknya, Armand selalu menunjukkan rasa sukanya kepada Ratih. Selain pintar dan tajir, Armand juga termasuk cowo paling ganteng di kampus mereka.

 Walaupun terluka, Bram bisa menerima keadaan. Hanya ada sedikit catatan dalam hatinya. Armand jelas tahu kalau Bram jatuh cinta kepada Ratih. Armand juga tahu kalau Bram jomlo, dan tak pernah punya perasaan seserius ini sebelumnya. 

Armand sebenarnya bisa saja memilih cewe cantik lain, tapi mengapa ia harus memilih Ratih, cewe yang sangat digilai sahabatnya sendiri? Tampaknya hanya Armand dan Tuhan saja yang tahu jawabannya.

 

 Pada liburan semester ini, Armand, Bram dan beberapa temannya tadinya ingin berkelana sebagai backpacker. Namun kali ini Armand berniat mengambil cuti karena ia ingin mereka berkelana ke beberapa negara di Asia. Bram tidak setuju, dan tak jadi ikut. Hatinya masih sakit karena merasa Armand merebut Ratih darinya. 

Bram kini sadar kalau selama ini ia terlalu banyak mengalah untuk Armand, membuat Armand melunjak. 

Untuk pertama kalinya Bram merasa benci kepada sahabat sejak masa kecilnya itu.

 Armand tentu saja marah karena Bram batal ikut bersamanya. Ternyata bukan dengan Bram saja Armand berantem, tapi juga dengan Ratih. Ratih merasa Armand kekanak-kanakan karena lebih memilih cuti kuliah demi sebuah petualangan. Apalagi umur pacaran mereka juga masih seumuran jagung, lagi sayang-sayangnya masak harus pisah selama setengah tahun? Enggak enak banget...

 Pada suatu kali di parkiran kampus, Bram melihat Armand berantem dengan Ratih. Itu adalah berantem yang ke-empat kalinya. Ratih terlihat menangis sedih setelah dibentak-bentak Armand.

Ah, ingin rasanya Bram menggampar Armand untuk kemudian memeluk Ratih, mengusap air matanya sembari membelai rambut panjangnya itu. 

 Tak lama kemudian Armand masuk ke dalam mobilnya dan berlalu. Sebelum mobil Armand keluar dari gerbang kampus, sebuah notifikasi kemudian muncul di layar hape Ratih, "kita putus!" Tangis Ratih kemudian meledak! 

***  

 

Dua minggu setelah kepergian Armand, aku bertemu Ratih di sebuah supermarket secara tidak sengaja. Aku kaget ketika tiba-tiba ada yang mencolekku. Ketika aku berbalik ternyata Ratih.

"Bram, ternyata kamu di sini ya, kirain kamu ikut dengan Armand!"

"Hai sis. Iya tadinya aku memang mau ikutan, tapi dulu rencananya kan cuma sebulan. Trus karena berubah dan harus cuti kuliah, yah aku gak bisa Rat.

"Oh gitu. Soalnya kalian berdua kan kayak kembaran gitu. Kemana-mana selalu berdua. Liburan gini, sepi dong gak ada Armand ya?"

"Ah enggak juga. Justru sekarang ini aku punya banyak waktu me-time. Bisa ngapa-ngapain tanpa harus bergantung kepada Armand atau anggota gang lainnya. Ternyata sendirian itu enak juga lho Rat"

Ratih menatapku tajam, lalu tersenyum, "duduk di situ yuk. Kita ngobrol sambil ngopi ya."

"Hayu"

Tanpa terasa waktu begitu cepat berlalu. Hampir dua jam ternyata aku ngobrol besama Ratih. Sinar mentari ternyata sudah bersembunyi di balik malam ketika kami berpisah.

"Bram, ternyata ngobrol sama kamu asik juga ya. Tapi, aku bingung. Kita berteman sudah lamaan juga kan, kamu yang tiba-tiba berubah kayak "Baja Hitam" atau aku yang tak pernah "related" sama kamu?"

"Berubah? Aku merasa biasa-biasa aja tuh, memangnya apa yang aneh dariku? Tanyaku pura-pura heran.

"Tau ya. Biasanya kamu itu kan cenderumg diem dan menahan diri. Lha sekarang kamunya yang banyak ngomong dan suka motong pembicaraanku. Sekarang kamu orangnya antusias banget, hahaha"

"Halah, sok teu kamu. Harusnya kamu dulu itu masuk Psikologi, bukan Ekonomi, hahaha."

"Ternyata kamu anaknya pinter juga ya, dan yang paling penting itu, asik diajak ngobrol. Ya udah, kapan-kapan kita ngobrol lagi ya Bram!"

"Hayu, atur saja waktunya. Rat aku juga seneng ngobrol sama kamu. Jadi kalau kamu ajak ketemuan, aku tak akan pernah menolaknya, haha" kataku sambil tertawa untuk menutupi rasa grogiku.

"Sip, sip. oke deh kalau gitu. Kalau besok aku gak ngapa-ngapain, aku telfon kamu ya. oke Bram, bye.

"Bye Rat, ditunggu telfonnya ya, haha"

Dari mana datangnya lintah? Dari sawah turun ke kali.

Dari mana datangnya cinta? Dari tawa kesetrum ke hati.

.

***

Empat purnama berlalu dengan cepatnya. Sore itu aku baru saja duduk di ruang makan rumah Ratih. Aku terkesiap ketika melihat bapaknya Ratih tiba-tiba keluar dari kamar dengan bertelanjang dada, dan hanya mengenakan sarung saja.

"Sore om," sapaku dengan penuh hormat.

"Eh, sore sore, iya santai aja ya, om mau pijet dulu"katanya sambil masuk lagi ke dalam kamar.

Tak lama kemudian Ratih dan bi Parti, tukang pijet langganan masuk ke kamar tadi. Bi Parti itu lengannya gede, segede lengan Deddy Corbuzier. Akan tetapi wajahnya ramah penuh empati.

Setelah meletakkan segelas sirop di atas meja, Ratih kemudian bertanya kepadaku, "Bram kamu belum pernah lihat kamarku kan, hayu sini aku tunjukin." Kini ia menarik tanganku.

"Oh my gosh!" Apa artinya ini? Apakah ini "The Davincy code," atau apa? Aku jadi gugup. "Sstt, enggak ah, ada si om!" kataku dengan cemas.

"Trus kalo si om-nya gak ada, gimana? Hahaha," Eh, Ratih malah tertawa geli.

Ratih kemudian menyeretku, persis seperti menyeret kasur ke kamarnya yang persis bersebelahan dengan kamar pijet si om tadi.

Sesampai di dalam kamar, Ratih kemudian mengunci pintu. Suara "klik" dari anak kunci itu nyaris membuat jantungku copot!

"Enggak ah, yuk kita keluar aja yuk, ada si om, gak enak atuh." kataku sambil merai handel pintu.

"Santai bae bro." kata Ratih sambil meraih lenganku. "Ini Aldo, kenalan dulu dong." Kata Ratih sambil menunjukkan sebuah boneka buaya bermata besar kepadaku. Jadi si Aldo ini memang benar-benar "buaya darat."

Aku tadinya sudah ingin menyebut "hai" sembari menyalam tangan si Aldo ini, ketika Ratih tiba-tiba menyumpal mulutku dengan mulutnya.

Aku terkesiap, "Duh Gusti, apakah Ratih ingin memperkosaku?" Ratih kemudian memepetku ke tembok kamar. Aku seketika melayang ke angkasa. Bumi tiba-tiba behenti berputar pada porosnya, membuat sang waktu juga menghentikan langkah. "Duh Gusti!" Aku hanya bisa memejamkan mata sembari menikmati keseruan yang ada.

Beberapa waktu kemudian aku merasa napas Ratih berdengus di telinga kiriku, membuatku merinding.  Lewat telinga kanan yang menempel rapat ke tembok, sayup-sayup aku juga mendengar rintihan suara bapak Ratih, "Turun dikit bi, turun dikit, nah. Eh ke kanan lagi, nah itu dia! Aduh enak banget bi"

Duh Gusti, kedua anak beranak ini sama-sama terdengar merintih di kedua telingaku...

(Bersambung)


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun