Siapakah hantunya?
Orang KPK, Kejaksaan dan polisi bolelah disebut "hantunya."
Situasinya memang dilematis. Ibarat memeluk pohon simalakama, dipeluk mati bini, tak dipeluk mati selir.
Penegak hukum jelas diperlukan untuk memberantas korupsi. Tapi sebaliknya pula, oknum penegak hukum ini justru menjadi penyebab terganggunya pelaksanaan proyek!
Dulu itu orang rela membayar setoran mahal agar bisa jadi Pimpro. Sebagian lagi malah harus tirakat ke Gunung Kawi untuk mencari wangsit, agar bisamenjadi pimpro.
Namun, beberapa tahun belakangan ini banyak orang tak mau lagi menjadi Pimpro, sekalipun dipaksa!
Penyebabnya adalah karena mereka ini males berurusan dengan arogansi aparat penegak hukum yang sering "kurang nyambung" dengan soal yang dipermasalahkan.
Kasus RJ Lino di PT Pelindo II dan Sofyan Basir di PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) adalah contohnya.
KPK menetapkan Lino sebagai tersangka karena diduga korupsi dalam pengadaan QCC tahun 2010. Kasusnya sekarang menggantung karena sampai sekarangpun (10 tahun berlalu) KPK belum selesai juga menghitung berapa sebenarnya kerugian negara dalam proyek tersebut.
Malang betul nasib RJ Lino ini. Kalau ia memang bersalah, ya penjarakan saja (tentunya lewat pengadilan yang sah) Tapi kalau KPK memang tak mampu menunjukkan kesalahannya, ya bebaskan saja! Padahal gara-gara ditersangkakan KPK, RJ Lino ini dipecat dari Dirut PT Pelindo tanpa pesangon.Nasibnya kemudian tak ubahnya seperti "PKI," miskin dan tidak ada pula yang mau menerimanya bekerja, dan terkucil dari pergaulan sosial.
Demikian juga dengan Sofyan Basir. Mantan Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) ini akhirnya bisa menghirup udara bebas, setelah Mahkamah Agung menolak permohonan kasasi Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)