Bayangkan kalau ada sepuluh ribu orang saja warga miskin yang menjadi pasien Covid-19 dan harus dirawat di Rumah Sakit. Maka setidaknya negara harus membayar biaya perawatan mereka itu sebesar Rp 1-2 triliun secara cuma-cuma!
Ambyar tenan! Warga miskin, tidak bayar pajak, tidak mau pakai masker, terus disantuni Bansos, dan kini negara pun dipaksa harus membayar biaya perawatan kesehatan mereka itu.
Padahal mereka ini belum tentu bersedia "berdiri di depan" ketika negara menghadapi kesulitan termasuk ketika dicaci-maki para pegkhianat dari dalam negeri sendiri!
(Catat, penulis menyebut negara sebagai bangsa, bukan kepala negara!)
***
Tidak semua memang dokter berdiri di garda terdepan dalam menghadapi Covid-19 ini. Sebagian lagi justru nelangsa, terdampak oleh  Covid-19 ini, sama seperti masyarakat lain pada umumnya.
Seorang rekan penulis yang berprofesi sebagai dokter gigi, sudah tiga bulan ini tidak membuka warung (praktik) padahal itu adalah mata pencahariannya selama puluhan tahun.
Sialnya beliau ini pun bukan seorang ASN (Aparatur Sipil Negara) yang mendapat gaji bulanan.
Bersama dokter spesialis Mata dan THT, Â profesi dokter gigi memang paling rawan terinfeksi Covid-19, terutama oleh pasien carrier, OTG (Orang Tanpa Gejala)
Apalagi pasien gigi, pastinya akan terus membuka mulut (tempat dimana droplet justru bersemayam) selama dokter merawat giginya.
Seandainya sipasien tadi positif Covid-19, maka dropletnya akan bertebaran ke seluruh ruangan praktik, mengenai dokter dan asistennya. Hinggap di dental unit, kursi, wastafel hingga ke seluruh benda-benda yang ada di ruang praktik.