Aku mengantarkannya hingga ke parkiran mobil sebagai bentuk apresiasi atas bantuannya untuk datang ke apartemen Allysa.
"Thanks Dok ya."
"Oke. Hati-hati, jaga anak orang ya," jawabnya sambil tertawa lebar. Sekali lagi aku hanya bisa nyengir kuda mendengar kalimat Dokter Ratna tersebut.
Hujan di luar sudah reda. Sebelum naik kembali ke apartemen Allysa, aku sempatkan untuk menebus beberapa obat di apotik dekat apartemen dan membeli beberapa makanan termasuk bubur cepat saji untuk Allysa.
***
"Lisa makan dulu ya," Pintaku sambil mengaduk bubur instant yang barusan aku buat. Kali ini tidak ada bumbu masak yang aku campurkan. Hanya sedikit garam agar rasanya tidak terlalu hambar. Allysa hanya menganggukan kepala tanda setuju. Aku mengubah posisinya supaya bisa duduk dengan menambah beberapa bantal di sandaran tempat tidur.
"Minum dulu teh hangatnya." AKu menyodorkan segelas teh hangat manis kepada Allysa. Namun rupanya dia terlalu lemah untuk meminum secara langsung. Akhirnya aku suapin sesendok-sesendok agar mudah diminum. Sebenarnya Allysa bisa minum dengan menggunakan sedotan, tetapi aku tadi lupa membelinya di toko retail depan apartemen.
Tidak ada kata yang diucapkannya. Sorot matanya juga tampak layu. Sesekali aku mengusap rambutnya dengan penuh rasa sayang. Aku tahu pengapa dia tidak mau mengubungi mama dan papanya. Kasus gugatan cerainya ini pasti membuat hubungannya dengan mama dan papanya renggang. Di Surabaya, memang hanya aku yang paling dekat. Sementara keluarganya yang lain tinggal di Malang.
Allysa hanya bisa menghabiskan separuh porsi bubur yang aku buat. Setelah makan, aku memberinya obat yang diresepkan oleh Dokter Ratna tadi. Beberapa jenis ternyata merupakan obat untuk lambung, kemudian tablet penurun panas dan vitamin.
"Mas anterin Lisa ke kamar mandi ya," pintanya lirih.
"Oke. Bisa jalan atau perlu saya gendong?" Allysa mencoba tersenyum untuk merespon pertanyaanku.