"Ya, benar. Besok-besok cari lagi kopi yang lain." jawab Samsuar.
Tjiptadinata pulang ke rumah dengan rasa syukur yang mendalam, langsung menceritakan apa yang terjadi di kantor CV Taman Sari tadi dan memberikan semua uang hasil penjualan kopi kepada Roselina yang menyambut dengan antusias.
Itulah titik balik perubahan nasib kehidupan rumah tangga Tjiptadinata Effendi dan Helena Roselina. Dalam waktu tidak sampai sebulan setelahnya penghasilan yang terkumpul dari penjualan kopi sangat fantastis.
Setelah berunding dengan Lina bahwa sudah saatnya untuk fokus berdagang kopi, Tjiptadinata memutuskan untuk tidak lagi berjualan kelapa di pasar.
Beberapa bulan setelah berjualan biji kopi, Tjiptadinata sudah bisa memboyong istri dan anaknya pindah rumah ke daerah yang bebas banjir di kawasan Kampung Nias.
Seiring perubahan status ekonomi yang kini berkecukupan, keadaan di sekeliling Tjiptadinata dan Roselina juga ikut berubah.Â
Teman yang dulu menjauh, satu-persatu mulai menyapa  dengan ramah. Dulu tidak satu pun undangan pernikahan yang diterima, sekarang sudah mulai banyak undangan yang berdatangan, termasuk undangan dari orang yang tidak begitu dikenal.
Setelah mampu membeli rumah sendiri di Kampung Nias, Tjiptadinata kemudian membeli mobil bekas merk Plymouth buatan tahun 1957 dengan harga 500 ribu rupiah.
Roselina pada tahun 1969 membaca pengumuman Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Padang  sedang membuka kesempatan bagi para ibu yang sudah berkeluarga untuk bisa melanjutkan study di sana.
Roselina lalu minta ijin kepada suami dan mulai kuliah di IKIP jurusan eksakta, berhasil lulus  pada tahun 1972.
Helena Roselina kemudian mengajar di beberapa sekolah, SMP Murni, SMP Yos Sudarso, dan SMP Kalam Kudus .