Mohon tunggu...
Giande HIkki
Giande HIkki Mohon Tunggu... -

seorang pengangguran yang demen nulis dan nonton

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Sang Peniup

31 Mei 2011   06:11 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:01 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bola mata sang peniup membesar, ia tidak percaya apa yang ia lihat. Tangannya masih terus bergetar. Ia ingin berteriak, ia ingin meniup bola keraguan yang hinggap didirinya.

Fuhh Fuhhh

Semburan angin yang keluar kecil sekali dan lagipula semburan itu tidak mengenai bola keraguan miliknya.

Brakk !!

Sang peniup berlari keluar dari rumahnya, ia berlari menuju kota. Ia ingin meminta nasihat pada si pengelana bagaimana cara menghilangkan keraguan. Gelap malam tidak menghalangi dirinya berlari. Ia sudah beratus – ratus kali melewati jalan yang sama. Ia terus berlari , terjatuh, berdiri dan terus berlari. Menabrak ranting pohon, baju yang sobek tidak membuatnya berhenti. Rasa beban bola keraguan itu lebih menyakitkan. Bau busuknya membuat hidung sang peniup bengkok, rasa beban membuatnya ingin berteriak kesakitan tapi tidak mampu. Yang bisa ia lakukan sekarang hanyalah berlari. Sampai di depan kota napasnya memburu tidak beraturan. Capek fisik dan mental sangat membebani dirinya. Beberapa warga yang masih berjalan di kota kaget melihat sosok sang peniup. Mereka berteriak dan dalam sekejap berkumpul warga kota beserta pengawal kota. Mereka semua memasang wajah tidak suka. Sang peniup tidak pernah diperlakukan demikian, dirinya bertambah ragu.

Jangan – jangan aku telah banyak membuat kesalahan dengan meniup keraguan mereka. Dan kini mereka marah

Rasa terima kasih dan senyum cerah orang – orang yang biasa dia tolong dengan meniup keraguan tidak lagi diingatnya, yang diingat oleh sang peniup hanyalah pikirannya saat ini. Pikiran keraguan yang membuat semua ingatannya kabur.

Para warga kota berteriak ngeri karena melihat sosok kurus dengan pakaina compang – camping. Hanya topi kerucutnya masih utuh.

“ Bukankah itu topi sang peniup? Kenapa topi itu ada pada dirinya? “ Seru seorang warga

“ Benar itu topi sang peniup, aku ingat sekali bentuk kerucutnya. “ Sahut warga lain

“ Pasti Ia merebut dari sang peniup “

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun