Mohon tunggu...
Giande HIkki
Giande HIkki Mohon Tunggu... -

seorang pengangguran yang demen nulis dan nonton

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Sang Peniup

31 Mei 2011   06:11 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:01 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Wajah bulat, perut gendut, topi kerucut, dan senyum yang selalu tersimpul di wajah, itulah ciri khas sang peniup. Seperti namanya Sang peniup, maka setiap hari yang ia lakukan adalah meniup. Tapi tiupan sang peniup ini spesial. Semburan anginnya mampu meniup keraguan yang berdiam dalam diri manusia. Sang peniup mampu mencium dan melihat keraguan yang miliki setiap orang.

Keraguan itupun berbeda – beda menurut besarnya kecemasan yang ditimbulkan pada si empunya keraguan. Keraguan yang kecil tidak berbau, bentuknya bulat kecil berwarna hijau gelap. Sang peniup selalu melihat keraguan ini hinggap di pundak orang, sehingga menimbulkan rasa beban pada diri orang tersebut. Keraguan yang sedang baunya sedikit tajam seperti bau rumput kering yang terbakar, bentuknya sudah tidak bulat lagi tapi seperti bola yang benjol disana – sini, ukurannya juga lebih besar dan berwarna biru tua. Keraguan ini biasanya hinggap di punggung atau dada orang, sehingga orang itu selalu merasa terbebani dan bahkan merasa sesak. Dan terakhir keraguan besar yang sangat jarang terjadi. Baunya busuk seperti ikan busuk yang dijemur ditengah terik matahari, bentuknya tidak beraturan sangat besar warnanya merah tua kelam. Keraguan ini menindis orang yang mempunyainya, sehingga orang itu selalu merasa terbebani, sesak, dan kepala yang pusing.

Seperti biasa Sang peniup berjalan menelusuri hutan untuk menuju kota. Rumahnya terletak bagian terpisah dari kota yang dipisah oleh sebuah hutan. Sang peniup berjalan dengan riang langkahnya ringan. Saat memasuki hutan matanya melihat sebuah lingkaran hijau gelap, sebuah keraguan kecil yang hinggap dipundak seorang pemburu. Pemburu itu sedang berdiam diri melihat perangkap di depannya. Sang peniup segera tahu kalau keraguan itu ditimbulkan karena hal itu. Ia langsung menghampiri pemburu dari belakang. Menyapanya

“ Selamat pagi pemburu “ Sapa Sang peniup sambil mengangkap topi kerucutnya
“ Ah Sang peniup, selamat pagi “ Balas Pemburu
“ Ada permasalahan apa pemburu? Kulihat kamu hanya berdiam memandangi perangkap itu “ Kata Sang peniup sambil menunjuk perangkap yang dimaksud
“ Ah iya, aku sedang dilanda keraguan, perangkapku ini sudah tua tapi terlihat masih bagus. Aku ragu apakah aku harus menggantinya dengan perangkap baru atau membiarkan perangkap tua ini sampe ia mendapatkan mangsa. “ Kata pemburu menjelaskan
“ Itu mudah saja, mari kubantu meniup keraguanmu sehingga kamu bisa mengambil keputusan. “

Fuhhh !

Sang peniup langsung meniup kearah bola keraguan yang hinggap dipunggung pemburu itu. Semburan angin kecil menerbangkan keraguan kecil itu, terbang dan terus menghilang dari pandangan sang peniup. Setelah bola keraguan itu menghilang, wajah cerah tampak di wajah si pemburu, keraguannya telah hilang. Ia telah mengambil keputusan. Kemudian ia mengeluarkan perangkap barunya dan mengganti perangkap tuanya.

“ Ah terima kasih Peniup “

Senyum di wajah sang peniup semakin lebar. Ia kembali menelusuri hutan itu hingga menemukan aliran sungai. Suara air mengalir seperti tanpa masalah membuat perasaan sang peniup tenang, tapi kelihatannya tidak demikian untuk seorang ibu yang sedang mencuci pakaian dipinggir sungai itu. Tampak sebuah bola benjol – benjol menindih punggung ibu itu. Sang peniup langsung tahu kalau ibu itu sedang dilanda keraguan. Bau seperti rumput kering yang terbakar semakin tercium ketika ia melangkah mendekati ibu itu.

“ Selamat pagi Bu “ Sapa Sang peniup
“ Ah sang peniup selamat pagi “ Balas ibu itu berusaha tersenyum

Sang peniup melihat keraguan itu terus berubah , semakin besar. Kalau tidak segera dihilangkan pasti keraguan itu akan semakin membesar dan menjadi keraguan besar yang akan semakin susah dihilangkan.

“ Ibu sepertinya sedagn dilanda keraguan? Apa yang sedang ibu ragukan? “ Tanya sang peniup. Bertanya dan membiarkan sipemilik keraguan bercerita dapat membantu mengurangi besarnya keraguan dalam diri orang itu, makanya sang peniup selalu berusaha bertanya terlebih dahulu sebelum berusaha meniupnya. “

“ Memang peniup, kamu selalu bisa tahu kalau orang sedang dilanda keraguan. Begini, suami saya sedang sakit dan kami butuh uang banyak untuk mengobatinya. Nah yang sekarang membuatku ragu – ragu adalah cara untuk mendapatkan uang tersebut. Aku ragu apakah harus menjual sawah kami atau menjual ternak yang kami miliki. Keduanya sangat berarti bagiku juga suamiku. Sekarang kami ragu –ragu dalam memilih. Kuatir. Sang peniup tolong bantu aku mengatasi keraguan ini“ Kata ibu itu dengan penuh harap

Bola keraguan yang sedari tadi terus membesar tiba – tiba berhenti pertumbuhannya. Dengan mengutarakan keraguan yang mereka pendam pada orang lain tampaknya membantu mengurangi beban keraguan itu sendiri. Untuk meniup keraguan sedang ini, sang peniup tidak bisa langsung meniup begitu saja. Keraguan ini cukup besar tapi belum menjadi keraguan besar. Sang peniup menarik napasnya 3 kali ketukan. Perutnya yang gemuk semakin besar terisi udara.

FUUUHHHH !!!

Sang peniup meniup cukup kencang. Angin yang ditimbulkan membuat pepohonan bergoyang, dan menerbangkan bola benjol keraguan itu. Beban dan sesak langsung hilang dari diri Ibu itu. Ia sudah mengambil keputusan, keraguannya untuk memutuskan sudah ditiup oleh sang peniup. Wajahnya menjadi cerah, ia berdiri dan mengucapkan terima kasih pada sang peniup, dan langsung berlari pulang untuk segera melakukan keputusannya itu.

“ Bu… Ibu… “ Teriak Sang peniup berusaha menahan tapi teriakan itu tidak digubris oleh ibu itu. Sang peniup ingin mengingatkan bahwa cuciannya tertinggal, tapi ya sudahlah nanti juga pasti dia ingat lagi pikir sang peniup.

Sang peniup melanjutkan perjalanan ke kota. Walaupun dinamakan kota tapi ukurannya masih kecil, semua penduduk mengenal sang peniup. Kota itu terasa begitu hidup suasana ceria dimana – mana. Mereka tidak mempunyai keraguan dalam diri mereka, itu semua karena sang peniup selalu siap meniup semua keraguan yang mereka miliki. Saat kaki sang peniup memasuki kota, anak – anak langsung menyambutnya. Sang peniup selalu bermain dengan anak – anak saat tidak ada keraguan yang harus dia tiup.

“ Hari ini kita bermain apa? “ Tanya anak yang berpakaian tebal
“ Main sembunyian saja “ saran anak yang lain
“ Ah sudah bosan bermain sembunyian, Sang peniup selalu membiarkan kita menang “ Tolak anak yang memakai topu kerucut seperti sang peniup
“ Hahaha, bagaimana kalau hari ini kita bercerita saja? “ Saran Sang peniup

Anak – anak saling berpandangan.

“Bercerita? “ Tanya mereka bersamaan
“ Iya. Sebuah cerita bisa membuat kita terbang kemana saja, dan mampu membawa kita bertualangan apa saja. “

Anak – anak langsung tertarik, mereka berkumpul mendekati sang peniup. Sang peniup mulai bercerita

“ Pada jaman dahulu…. “

Cerita sang peniup sangat mempesona, dia mampu membawa anak – anak kedalam ceritanya.

“ Terus – terus apa yang terjadi kemudian? Apakah Pria gemuk itu hidup bahagia dengan sang putri? “ Tanya seorang anak saat cerita mendekati akhir

“ Tentu saja, bahkan mereka dikaruniai banyak anak yang lucu – lucu seperti kalian “

Hari sudah sore ketika Sang peniup selesai bercerita. Para orang tua datang memanggil anak – anak pulang. Sang peniup juga memutuskan sudah saatnya dia pulang kerumah. Saat perjalanan pulang, sang peniup bertemu dengan seorang pengelana yang tidak ia kenal sedang kebingungan di pintu gerbang kota. Sang peniup langsung sadar kalau pengelana sedang dilanda keraguan. Iapun langsung menghampiri pengelana itu

“ Selamat sore pengelana? Kulihat kamu sedang dilanda keraguan? “ sapa Sang peniup, walaupun tidak bertanya ia sudah tahu kalau pengelana itu sedang dilanda keraguan kecil. Bola keraguan itu terllihat dipundak si pengelana.

“ Oh, halo. Iya aku sedang ragu – ragu memutuskan harus menginap dimana. “ Balas si pengelana

“ Mungkin bisa aku bantu? “

“ Oh tidak…tidak perlu. Aku punya uang untuk menginap, hanya saja ada beberapa hal yang membuatku ragu “ Tolak si pengelana

“ Ah aku lupa kamu bukan warga sini. Begini aku adalah sang peniup. Pekerjaanku adalah meniup semua keraguan. Nah kebetulan sekali kamu sedang mengalami keraguan, aku bisa meniup keraguan itu, jadi kamu bisa mengambil keputusan. “ Kata Sang peniup menjelaskan

“ Apa ? meniup keraguan? Hebat sekali, dunia memang luas, aku baru tahu kalau ada orang yang bisa meniup keraguan yang ada didiri kita. “

“ Baiklah akan kutiup keraguanmu. “ Kata Sang peniup. Ia bersiap meniup tapi si pengelana buru – buru menghentikannya

“ Eh kenapa? Bukannya kamu sedang ragu – ragu? Dan harus segera mengambil keputusan? “ Tanya Sang peniup heran

“ Betul… tapi keraguan itu tidak selalu buruk. Keraguan itu membuat kita berpikir dengan baik – baik, membuat kita lebih kritis. Kalau keraguan itu tidak ada? Maka saat mengambil keputusan kita tidak berpikir dengan seksama dan mungkin akan merugikan. “

Sang peniup mendengarkan ucapan si pengelana. Selama ini dia tidak pernah berpikir demikian, dan warga kota juga tidak pernah menolak saat dia ingin meniup keraguan mereka. Tapi ia merasa apa yang dikatakan si pengelana ini juga masuk akal.

“ Apa kamu tidak pernah mempunya keraguan peniup? “ tanya si pengelana

“ Aku? Tidak – tidak aku tidak pernah ragu “ Jawab sang peniup cepat, tapi ia tidak sadar kalau jawabannya itu mengandung keraguan, dan ia belum sadar

“ Ah sudah kuputskan akan menginap di penginapan saja. “ Kata si pengelana tiba – tiba “ Terima kasih atas niat baikmu sang peniup, aku pegi dulu ke penginapan sebelum mereka tutup “

Sang peniup tidak berkata apa – apa lagi. Ia melihat kalau bola keraguan itu juga sudah menghilang dari pundak si pengelana. Baru kali ini sang peniup bola keraguan menghilang sendiri tanpa dia tiup. Dalam perjalanan pulangnya sang peniup terus berpikir pertanyaan dan penjelasan si pengelana. Walaupun singkat tapi hal itu membuat sang peniup berpikir. Apakah dia perna ragu – ragu? Dan apakah yang dia lakukan sudah benar dan baik untuk penduduk? Meniup keraguan mereka? Bagaimana kalau keputusan yang diambil dengan meniup keraguan itu adalah keputusan yang salah? Bagaimanapun sang peniup hanya meniup keraguan. Keputusannya sudah tepat atau tidak , tidak pernah dipikirkan oleh sang peniup.

Langkah ringan dan senyum yang biasa mengiringi sang peniup hilang saat itu juga. Wajahnya penuh dengan kebingungan, ia menjadi ragu – ragu akan dirinya. Keraguan itu membesar dan menghimpit dirinya tanpa ia sadari. Wajahnya menjadi kelam. Sesampai dirumahnya yang kecil ia tidak bahagia seperti biasa karena diliputi keraguan. Sang peniup terduduk lemas di kursinya ia berpikir dan terus berpikir. Keraguan itu terus menggerogoti dirinya. Bola keraguan yang kecil kini berubah menjadi besar tidak berbentuk dan menghimpit sang peniup. Sang peniup tanpa sadar melihat dirinya di depan cermin.

Uahhhh !

Ia berteriak kaget. Ia tidak mendapati sosoknya yang biasa. Wajah ceria, dan perut gemuk. Tapi mendapati bayangan pria kurus dengan wajah keriput, dihimpit bola besar. Senyum lebar itu hilang. Bola keraguan yang besar berwarna biru tua yang sudah mulai menghitam. Ia perlahan mendekati cermin itu dan meraba – raba dirinya. Terlihat bayangan itu juga meraba – raba dirinya. Tangannya gemetar tidak percaya dengan apa yang dia lihat dan ia sentuh.

A…apa…apa yang terjadi dengan diriku? Kenapa aku dihinggapi oleh bola keraguan yang seebegitu besar?

Bola mata sang peniup membesar, ia tidak percaya apa yang ia lihat. Tangannya masih terus bergetar. Ia ingin berteriak, ia ingin meniup bola keraguan yang hinggap didirinya.

Fuhh Fuhhh

Semburan angin yang keluar kecil sekali dan lagipula semburan itu tidak mengenai bola keraguan miliknya.

Brakk !!

Sang peniup berlari keluar dari rumahnya, ia berlari menuju kota. Ia ingin meminta nasihat pada si pengelana bagaimana cara menghilangkan keraguan. Gelap malam tidak menghalangi dirinya berlari. Ia sudah beratus – ratus kali melewati jalan yang sama. Ia terus berlari , terjatuh, berdiri dan terus berlari. Menabrak ranting pohon, baju yang sobek tidak membuatnya berhenti. Rasa beban bola keraguan itu lebih menyakitkan. Bau busuknya membuat hidung sang peniup bengkok, rasa beban membuatnya ingin berteriak kesakitan tapi tidak mampu. Yang bisa ia lakukan sekarang hanyalah berlari. Sampai di depan kota napasnya memburu tidak beraturan. Capek fisik dan mental sangat membebani dirinya. Beberapa warga yang masih berjalan di kota kaget melihat sosok sang peniup. Mereka berteriak dan dalam sekejap berkumpul warga kota beserta pengawal kota. Mereka semua memasang wajah tidak suka. Sang peniup tidak pernah diperlakukan demikian, dirinya bertambah ragu.

Jangan – jangan aku telah banyak membuat kesalahan dengan meniup keraguan mereka. Dan kini mereka marah

Rasa terima kasih dan senyum cerah orang – orang yang biasa dia tolong dengan meniup keraguan tidak lagi diingatnya, yang diingat oleh sang peniup hanyalah pikirannya saat ini. Pikiran keraguan yang membuat semua ingatannya kabur.

Para warga kota berteriak ngeri karena melihat sosok kurus dengan pakaina compang – camping. Hanya topi kerucutnya masih utuh.

“ Bukankah itu topi sang peniup? Kenapa topi itu ada pada dirinya? “ Seru seorang warga

“ Benar itu topi sang peniup, aku ingat sekali bentuk kerucutnya. “ Sahut warga lain

“ Pasti Ia merebut dari sang peniup “

Warga kota mulai berpikir negatif. Mereka merasa kalau orang yang didepan mereka adalah orang lain bukan sang peniup. Mereka berteriak sebuah ancaman pembunuhan, ancaman balas dendam. Sang peniup ketakutan, ia berusaha menjelaskan

“ Ini aku sang peniup, yang biasa meniup keraguan kalian. “Kata Sang peniup berusaha menjelaskan,

“ Bohong sang peniup itu gemuk dan wajahnya selalu ceria “

“ Betul ini aku , sang peniup. Aku sedang dihinggapi keraguan besar. Dan entah kenapa tubuhku langsung berubah seperti ini. “ Kata sang Peniup kembali

“ Bohong tidak mungkin orang kurus dalam waktu semalam “

Sang peniup semakin ketakutan, dan rasa ragu didalam dirinya semakin besar. Ia menjadi ragu akan keberadaannya, ia bahkan ragu kalau ini adalah sebuah kenyataan.

“ Begini saja, coba kalian tiup aku.Tiup keraguan dalam diriku, seperti biasa aku meniup keraguan kalian. Mungkin kalau keraguan itu menghilang aku berubah kembali. “ Kata Sang peniup lagi

Para warga berbisik satu sama lain. Mereka berpikir dan berdiskusi, keraguan tampak muncul di diri mereka, tapi sang peniup tidak bisa berbuat apa – apa. Beberapa saat kemudian kembali sang peniup melihat bola – bola keraguan itu menghilang, sama seperti yang ia lihat pada si pengelana.

Apakah si pengelana telah mengajarkan mereka cara menghilangkan keraguan tanpa ditiup?

“ Baiklah kamu… siapapun kamu. Kami mencoba percaya perkataanmu. Bersiapkan kamu semua akan meniup kamu sekarang “

Wajah sang peniup berubah , ia menemukan sedikit harapan, walaupunn dirinya masih ragu apakah itu akan berhasil.

Warga kota menarik napas mereka bersamaan, dan..

FUUUHHHHHHH !!!!

Semburan angin kencang ditiupkan oleh warga kota. Tubuh kurus sang peniup tidak mampu menahan kuatnya semburan itu. Tubuhnya terbawa semburan angin itu ke langit, bersama bola keraguannya. Dan saat angin itu berhenti Sang peniup terjatuh .
Brakkkk

Darah mengalir dari tubuh sang peniup, bola keraguannya hilang. Dan tubuhnya kembali seperti semula, tapi harga yang ia harus bayar sangat mahal, ia mati. Ya paling tidak dengan kematian kini ia tidak perlu lagi dihinggapi keraguan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun