Sesekali Juar mampir sambil lewat menarik gerobaknya, saat aku terlihat di teras rumah. Seperti hari ini saat aku libur kerja, Juar lewat dengan gerobak yang penuh. Kupersilahkan dia mampir dan masuk sambil ngobrol menunggu orang rumah mengambilkan bungkusan sembako yang selalu kami siapkan setiap bulannya.
"Dapat banyak hari ini ya?" Aku menunjuk ke gerobaknya yang dipenuhi kardus.
" Iya bu. Lumayanlah. Itu tadi dari rumah nomor lima."
Aku menggangguk. Aku kenal tetanggaku yang di rumah nomor lima itu. Obrolanku tambah panjang saat segelas kopi dan beberapa panganan kecil dikeluarkan.
Juar dan istrinya sudah delapan tahun tahun menjalani hidup sebagai pengumpul. Dia tadinya bekerja di perusahaan yang memelihara tanaman hias di perkantoran.Â
Istrinya, Puni, bekerja sebagai petugas kebersihan. Cinlok (cinta lokasi) terjadi karena mereka bekerja di lokasi yang sama meski perusahaan tempat bernaungnya berbeda. Mereka menikah dan punya dua anak.Â
Dari rezeki yang mereka dapat, mereka mampu membeli rumah kecil di perkampungan seberang kompleks perumahan tempatku tinggal. Â
Rumahnya hijau, ditanami beberapa sayuran yang ditanam Juar di pot-pot bekas tempat produk tertentu.Â
Cabe, tomat bergelantungan ditopang penopang bambu. Daun bawang dan bumbu-bumbuan ditanam di beberapa botol plastik yang dikaitkan dipagar.Â
Ada ember bekas yang menampung pohon terong yang masih kecil-kecil. Bisa membantu dapur keluarga.