Â
"Hilal telah tampak Yasmin, kamu tak jua menjawab cintaku. Namun, percayalah, aku akan menunggu jawaban darimu" tanya Firdaus penuh serius.
Firdaus termenung di pagar pantai. Meremas kayu yang keras itu. Serasa menunggu jawaban gadis cantik berhijab nan cantik. Yasmin masih diam. Ia tak bergeming. Matanya tajam memandang semburan air pantai yang menerjang bebatuan hitam di pinggir pantai.
Sepertinya, pikiran Yasmin masih kalut, ragu, dan tak percaya diri. Lidah terasa kelu. Dan, tak mampu menjawab apa yang dikatakan belahan hati, yang ada di sampingnya. Sejujurnya, Yasmin sudah berkenalan lama dengan Firdaus. Ia sudah tahu kelebihan dan kekurangannya.
Dan, sepertinya, Firdaus adalah tipe lelaki yang sangat diidamkan. Anak yang soleh dan menghormati orang tua Yasmin. Perbuatan yang mereka lakukan bukanlah rekayasa. Yang dibuat agar menarik simpati orang tuanya.
Yasmin ingin menjawab cinta yang dikatakan oleh Firdaus. Tapi, dalam hatinya sangat takut. Akan kejadian lama yang membuatnyq trauma. Yasmin takut disakiti dan meremuk redam hatinya kembali.
Yasmin pernah mengatakan pengalaman pahitnya pada Firdaus. Masih terbayang, suasana pernikahan yang gagal total 5 tahun silam. Tatkala calon suaminya Danur pergi tanpa pesan.
"Bukan aku tak mau menjawab cintamu bang. Tetapi, kalau benar Hilal telah tampak. Kita menunggu sidang Isbat sebagai awal Syawal dahulu. Dan, aku akan tunaikan janjiku"Â kata Yasmin agak tertahan.
"Bukankah kamu telah berjanji 1 bulan lalu. Bahwa, saat Hilal 1 Syawal. Kamu akan menjawab cintaku. Apakah kamu masih ragu" tanya Firdaus dengan serius.
"Aku tidak ragu bang. Tetapi, berilah aku waktu untuk memikirkannya matang-matang"Â jawab Yasmin sambil menatap wajah Firdaus. Tanpa terasa, air matanya yang bening menetes.
"Atau, mungkin, kamu ragu, aku akan bersikap seperti calon suamimu yang kabur tanpa pesan, Yasmin"
"Sama sekali tidak bang. Saya hanya memohon padamu bang, beri aku waktu. Dan, aku akan menepati janji, apa yang pernah aku katakan padamu"
"Dan, sebentar lagi Hilal akan datang Yasmin"
"Tapi bang .."
"Ups, Apakah kamu akan bilang bahwa hilal tidak tampak karena cuaca dalam kondisi mendung" Firdaus menutupi bibir Yasmin dengan telunjuk.
Ya, Yasmin masih ragu. Takut kejadian lama terulang kembali. Danur meninggalkan Yasmin dan keluarga, ketika hendak ijab kabul. Danur lebih tertarik dengan wanita lain. Entah apa yang sedang merasukinya.
Yasmin dan keluarga benar-benar malu. Predikat "pengantin kabur" tak bisa Yasmin lupakan. Dan, trauma itu takut menimpa dirinya kembali.
Yasmin masih teringat janji Danur. Bahwa Yasmin adalah  wanita satu-satunya yang ada di hatinya. Danur tak akan ke lain hati, Karena, cintanya akan dibawa mati. Danur begitu sayang dan berjanji akan membahagiakan Yasmin. Sayang sama keluarga Yasmin dan memberinya anak-anak yang lucu.
Bayangan indah itu terus terbayang menjelang ijab Kabul. Namun, di Hari H, sungguh di luar dugaan. Danur yang sungguh sayang  dan berjanji setia. Justru, orang yang pertama kali membuat keluarga malu.
"Percayalah Yasmin, aku akan menjadi imammu yang baik. Aku berusaha membahagiakanmu. Aku tak memaksamu menjawab saat ini. Mungkin, kamu masih ragu bahwa aku akan lari seperti calon suamimu dulu. Jika hilal belum berjodoh, semoga hilal tahun depan membuatmu menerima cintaku" kata Firdaus dengan serius.
Hilal yang ditunggu tak jua nampak. Karena, hujan lebat turun dengan derasnya. Janji yang diungkapkan oleh Yasmin tak bisa berlaku. Karena, Firdaus dan Yasmin harus bersama-sama melihat hilal sebagai tanda cinta mereka.
"Maafkan abang jika membuat hatimu kalut. Aku akan mengantarmu ke rumah. Takut, nanti keluarga sangat mengkhawatirrkan kamu" ajak Firdaus.
Ternyata, sidang isbat dari Kementrrian Agama belum diumumkan. Sebagai tanda bahwa posisi hilal belum tampak. Yasmin pun merasa lega. Rasa bersalah terhadap Firdaus berangsur hilang. Karena, ia akan menunaikan janjinya untuk menjawab cinta Firdaus. Saat mereka berdua sama-sama melihat penampakan hilal di pantai yang mereka janjikan.
Begitu pun juga Firdaus. Ia tak merasa bersalah kepada Yasmin. Karena, Yasmin belum saatnya untuk menunaikan janjinya. Jika, Firdaus mendesaknya terus. Maka, ia merasa bersalah dan memaksa orang lain untuk mengutarakan cintanya.
"Bagaimana kelanjutan hubungan kamu dengan Firdaus, Yasmin?"Â tanya ayah di ruang tamu.
"Alhamdulillah baik ayah" jawab Yasmin.
"Saya lihat dia anak yang baik dan sayang keluarga" kata ayah kembali.
"Benar yah, saya juga lihat dia anak yang soleh" kata ibu menimpali.
"Sepertinya, kamu tidak gembira, Yasmin?" tanya ayah.
"Ada apa nak. Apakah Firdaus menyakitimu?' tanya ibu.
"Tidak ayah, ibu. Yasmin justru yang merasa bersalah karena telah membuatnya menunggu" jawab Yasmin.
"Menunggu apa lagi nak. Bukankah kamu sudah mantap menerima cintanya" kata ibu penasaran.
"Iya nak. Hubungan kamu dengan dia lumayan lama. Apa lagi yang kamu ragukan? tanya ayah.
Yasmin menundukan kepala. Hatinya berkecamuk menjawab desakan orang tuanya. Sebenarnya, Yasmin merasa bangga, karena kedua orang tuanya setuju dengan Firdaus. Tetapi, justru Yasminlah yang masih ragu untuk ke arah lebih serius. Yasmin takut kejadian Danur menimpa dirinya kembali.
"Saya takut ayah, ibu. Takut peristiwa Danur menimpa keluarga kita kembali. Saya takut ayah dan ibu malu yang kedua kalinya" kata Yasmin.
"Nak, kuatkan  niatmu dengan Bismillah. Jika, kata hatimu cocok dengan Dia. Apa salahnya kamu ikhlas menerima. Selanjutnya, pasrahkan saja kepada Allah. Yang penting kamu tulus mencintainya nak" kata ayah.
"Iya Yasmin. Ayah dan ibu sudah tidak memikirkan hal negatif apa yang akan terjadi. Semua kita pasrahkan kepada Allah. Sekarang, semuanya terserah kamu. Kami hanya manut saja. Jika kamu bahagia, insya Allah ayah dan ibu bahagia nak"Â kata ibunya meyakinkan.
"Terima kasih ayah, ibu. Love you" jawab Yasmin sambal mencium tangan dan pipi kedua orang tuanya.
"Love you too sayang" jawab ayah. Yasmin tersenyum  mendengar jawaban orang tuanya. Semuanya tergantung di tangannya.
Sore hari ini, Yasmin dan Firdaus berjanji lagi untuk berjumpa kembali di pantai seperti kemarin. Yasmin pun dengan percaya diri menelepon Firdaus.
"Abang, sore hari ini aku ingin kita ketemuan di pantai kemarin. Aku ingin mengatakan hal penting. Janji yang ingin aku tunaikan" kata Yasmin.
"Apakah kamu serius Yasmin?" jawab Firdaus.
"Ya, saya serius bang. Demi kelanjutan hubungan kita" kata Yasmin kembali.
Setengah jam menjelang hilal, Yasmi sudah datang duluan di pantai yang dijanjikan. Hari ini, ia akan menunaikan janjinya 3 bulan lalu. Yasmin ingin menjawab cinta Firdaus.
Firdaus berjanji akan meminang Yasmin dengan bacaan QS. An-Nisa ayat 1 yang artinya: "Wahai sekalian manusia, bertakwalah kepada Rabb kalian yang telah menciptakan kalian dari jiwa yang satu dan dari jiwa yang satu itu. Dia menciptakan pasangannya, dan dari keduanya. Dia memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak."
Sepuluh menit lagi, hilal akan diumumkan. Sesuai dengan lansiran media yang Yasmi pantau di Smartphone. Tetapi, Firdaus tidak jua nampak batang hidungnya. Meskipun, cuaca dalam kondisi cerah. Tetapi, lambat laun semburat ungu di langit semakin jelas.
"Apakah abang Firdaus membohongiku? Ia juga tak menjawab panggilan teleponku. Apa yang terjadi dengan dia?" pikiran Yasmin mulai kalut.
Hilal telah tampak dari padangannya. Bulan sabit tipis berwarna putih itu menghiasi indahnya langit yang beranjak senja. Semakin indah, saat deburan ombak menerjang bebatuan hitam. Suaranya yang konsisten bagai mengaduk-aduk kegelisahan hati Yasmin.
Yasmin ingin menunaikan janjinya saat hilal telah tampak. Ia ingin menjawab cinta tulusnya Firdaus. Cinta yang telah melunturkan kekhawatiran trauma masa silam. Kala Danur meninggalkannya menjelang ijab kabul.
Yasmin semakin yakin, bahwa cinta Firdaus benar-benar tulus. Apalagi, dukungan yang kuat dari kedua orang tua. Menguatkan hatinya untuk menerima cinta Firdaus. Menjawab cinta Frdaus kala keduanya menyaksikan indahnya hilal yang tampak dengan mata telanjang.
Kini, orang yang ditunggu-tungg belum datang. Sementara, hilal telah berlalu dua pulu menit lalu. Yasmin masih besabar menunggu. Siapa tahu, Firdaus datang telat, karena alasan yang masuk akal. Yasmin sudah tak sabar untuk menunanaikan janjinya.
Maulana yan Maulana ...
Â
Ringtone smartphone berbunyi. Bukan nomor dari Firdaus yang sangat dikenalnya. Tetapi, dari telepon yang belum tersimpan di smartphone. Sesaat Yasmin ragu untuk menjawabnya. Tetapi, karena deringnya terus berbunyi, maka Yasmin pun menjawabnya.
"Maaf, apakah ini Yasmin. Saya pak Hadi orang tuanya Firdaus" kata suara di ujung telepon.
"Benar om. Emangnya ada apa ya?"Â jawab Yasmin bingung.
"Maafkan om, Yasmin. Saya harus memberikan kabar buruk buat kamu. Sejam lalu, Firdaus mengalami kecelakaan lalu lintas. Dan, nyawanya tidak terselamatkan. Om harap, kamu bisa datang secepatnya ke rumah sakit Harapan Medika. Om tunggu ya" terang pak Hadi.
Tangan Yasmin terasa lemas. Ia bersimpuh di pinggir pantai. Pikirannya benar-benar kalut. Tanpa terasa ia menangis sesenggukan di pinggir pantai. Namun, ia harus datang cepat-cepat melihat kondisi Firdaus di rumah sakit. Dan, melihat kondisi yang sebenarnya terjadi.
Menjelang sholat isya Yasmin sampai di rumah sakit. Ia melihat keluarga besar Firdaus berkumpul. Di hadapannya terbaring jenazah yang terbungkus kain putih. Perlahan Yasmin membukanya. Rasa pilunya tak tertahan dan ia menangis sejadi-jadinya. Tanpa memperdulikan keadaan sekelilingnya.
"Yasmin. Maafkan atas dosa anak tante ya. Ikhlaskan kepergiannya. Ia sempat menulis pesan dan kamu harus membacanya" ibunya Firdaus, Yeni menguatkan. Yasmin menerima selembar kertas putih. Sambil terbaring lemas di samping ranjang jenazah Firdaus.
Yasmin, engkaulah wanita yang mampu membuatku bahagia. Aku ingin menjalani hidup ini bersamamu. Hingga maut memisahkan kita. Aku telah mengutarakan rasa cintaku padamu. Namun, kamu tak jua menjawab cintaku karena terbelenggu hilal. Aku tidak memaksamu atas ketulusan cintaku. Aku pun tidak mau menjalani hubungan yang diselimuti dengan cinta kepura-puraan. Jika kamu masih ragu, aku akan selalu menunggumu. Namun, jika kamu tidak berjodoh denganku, maka katakan pada "hilal" yang menghalangi cinta kita. Bahwa, engkau akan aku anggap saudara dan anggota keluarga besarku.
Dari orang yang menunggu jawaban cintamu,
Love you,
Firdaus.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H