"Benar om. Emangnya ada apa ya?"Â jawab Yasmin bingung.
"Maafkan om, Yasmin. Saya harus memberikan kabar buruk buat kamu. Sejam lalu, Firdaus mengalami kecelakaan lalu lintas. Dan, nyawanya tidak terselamatkan. Om harap, kamu bisa datang secepatnya ke rumah sakit Harapan Medika. Om tunggu ya" terang pak Hadi.
Tangan Yasmin terasa lemas. Ia bersimpuh di pinggir pantai. Pikirannya benar-benar kalut. Tanpa terasa ia menangis sesenggukan di pinggir pantai. Namun, ia harus datang cepat-cepat melihat kondisi Firdaus di rumah sakit. Dan, melihat kondisi yang sebenarnya terjadi.
Menjelang sholat isya Yasmin sampai di rumah sakit. Ia melihat keluarga besar Firdaus berkumpul. Di hadapannya terbaring jenazah yang terbungkus kain putih. Perlahan Yasmin membukanya. Rasa pilunya tak tertahan dan ia menangis sejadi-jadinya. Tanpa memperdulikan keadaan sekelilingnya.
"Yasmin. Maafkan atas dosa anak tante ya. Ikhlaskan kepergiannya. Ia sempat menulis pesan dan kamu harus membacanya" ibunya Firdaus, Yeni menguatkan. Yasmin menerima selembar kertas putih. Sambil terbaring lemas di samping ranjang jenazah Firdaus.
Yasmin, engkaulah wanita yang mampu membuatku bahagia. Aku ingin menjalani hidup ini bersamamu. Hingga maut memisahkan kita. Aku telah mengutarakan rasa cintaku padamu. Namun, kamu tak jua menjawab cintaku karena terbelenggu hilal. Aku tidak memaksamu atas ketulusan cintaku. Aku pun tidak mau menjalani hubungan yang diselimuti dengan cinta kepura-puraan. Jika kamu masih ragu, aku akan selalu menunggumu. Namun, jika kamu tidak berjodoh denganku, maka katakan pada "hilal" yang menghalangi cinta kita. Bahwa, engkau akan aku anggap saudara dan anggota keluarga besarku.
Dari orang yang menunggu jawaban cintamu,
Love you,
Firdaus.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H