****
Setahun berlalu, aku menemukan tiga buah koper yang tersusun rapih di kamar Amelia. Aku tak usah mengira-ngira untuk apa. Pasti Amelia sudah bisa memutuskan untuk meninggalkan rumah kami. Dengan make up yang masih menempel di muka saat aku mencoba riasan untuk lakon berikutnya, aku menghampiri Sasha yang masih tertidur di kamarnya.
Aku sempat memandang kamar mereka. Sejenak membiarkan mataku berkeliling untuk merekam dengan memori di kepala agar tetap tersimpan kenangan yang tak bisa kuhapuskan. Tentang kehadiran Sasha yang membuatku tak ingin mengulang kesalahan lama. Bertahun-tahun aku berjuang sendirian. Tanpa membaginya dengan seseorang yang bisa kupercaya.
Aku tak ingin mengganti jenis kelamin, mengoperasi buah dada atau mengikis tulang-tulang rahangku yang tajam untuk bisa berubah menjadi seorang wanita lembut dan bersahaja. Aku berharap kehadiran Sasha dan Amelia bisa membuatku bertahan dengan tubuh yang Tuhan berikan. Sekalipun saat melakoni seorang wanita dalam sebuah cerita yang kuperankan membuatku merasa bebas untuk berekspresi, untuk mengungkapkan jatidiri. Tapi rasa cinta yang besar kepada mereka yang membuatku tak ingin mengecewakan bahkan mempermalukan, andai suatu hari Sasha besar dan tahu keadaanku yang sebenarnya.
Aku tak ingin menangis untuk perpisahan ini. Mencium Sasha dan menggendongnya adalah kesempatan terakhir yang masih kumiliki saat ini. Amelia menghampiri. Berdiri di pintu kamar dan memandang punggungku. Aku sempat melihatnya lewat kaca yang menempel di dinding kamar ini. Tak ingin Amelia tahu apa yang aku rasakan. Tak ingin mencegah mereka pergi menyambut kebahagiaan yang tertunda sebagai satu keluarga.
"Terimakasih banyak Nardo..."
Untuk pertamakalinya aku mendengarnya memanggilku dengan nama asliku.
"Maafkan..."katanya lagi tapi tak bisa meneruskan kata-kata selanjutnya.
Hanya menangis terisak sambil menutup mukanya dengan saputangan putih. Aku menyerahkan Sasha dalam gendongannya, mencium keningnya sejenak dan menarik koper-koper itu ke depan.
"Jaga Sasha baik-baik..."kataku tak ingin menatap matanya.
"Maaf tak bisa mengantar kalian, aku harus segera berangkat."