Amelia hanya menggelengkan kepala. Dia pulang ke kostnya beberapa menit kemudian dan menolak tawaranku untuk mengantarnya pulang. Â Aku baru bisa makan setelah Amelia menghubungi. Mungkin dia tak tega membaca panggilan tak terjawab belasan kali di handphonenya dan itu panggilan dariku.
Berhari-hari aku merasakan perasaan yang sama. Tak ada satu ceritapun yang keluar dari bibir mungilnya.
"Anton dimana?"tanyaku pada Amelia.
Aku memang tak pernah lagi melihat batang hidungnya. Mungkin dia sudah pulang kampung atau malah pindah ke kota lain. Yang penting dia tak harus dipaksa untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
"Tidak mau mencari dan menuntut dia?Aku bisa mengantarmu."Tanyaku saat kulihat Amelia selalu menatap dengan tatapan kosong.
"Tidak usah..."katanya dengan suara lemah.
"Aku tidak ingin menuntut apalagi memaksa."Katanya lagi.
"Kita menikah saja."Kataku spontan.
Aku memang sempat memikirkan semalam. Menimbang-nimbang untuk membantu Amelia meringankan bebannya. Sampai suatu hari Amelia siap untuk menjalani hidup sendiri atau malah menemukan laki-laki yang mau mengerti jalan hidupnya.
"Cuma agar anakmu tak dianggap sebagai anak diluar nikah."
"Bukan suami yang sebenarnya."