Mami hanya tersenyum dan memelukku. Mungkin mami kewalahan menjawab pertanyaanku. Seorang anak kecil yang tidak punya pikiran macam-macam. Hanya berpikir, senangnya bila memiliki keluarga yang utuh.
Bertahun-tahun sesudahnya saat aku mulai dewasa, aku mulai bisa lebih menghargai jalan hidup papi dan mami. Aku mulai terbiasa dengan kehidupan papi yang hingga kini masih kupanggil dengan tante Celine. Aku terbiasa melihat wajahnya yang cantik dan merasakan sentuhannya yang lembut. Aku memang kehilangan figur seorang papi yang berbadan tegap dan penuh wibawa yang tak bisa kurasakan dalam diri tante Celine, walau aku berusaha memaklumi jalan hidupnya. Melimpahi aku dengan materi mungkin salah satu cara papi untuk memenangkan hatiku. Sebagai laki-laki yang mulai beranjak dewasa, aku berusaha mengerti bahwa apa yang terjadi di hidup papi bukan pilihannya tapi nasib yang harus diterimanya.
****
"Soledad..."
Aku jadi terkenal dengan nama itu. Pertunjukan theater di kampus kemarin cukup sukses. Aku berperan sebagai Soledad, seorang wanita berhati lembut yang harus menghadapi hidup yang sangat keras sebagai seorang pekerja seks komersial.
"Bravo..."Anton menghampiri sambil menepuk pundakku.
Anton anak fakultas tehnik itu tak pernah luput mengikuti setiap kegiatan kami. Anton laki-laki tampan berbadan tegap dengan kulit coklat,alis tebal dan senyum yang mempesona. Perempuan-perempuan di kampus tak ada yang tak melirik dia, malah banyak yang membicarakannya.
"Thank you Anton."
"Sekarang jadi ngetop dengan nama itu ya?"
"Semua orang di kampus ini membicarakan Soledad."
"Aktingmu sempurna, riasanmu sempurna, kalau tidak kenal kamu pasti aku tak pernah menduga kalau Soledad yang sebenarnya adalah laki-laki tampan yang terjebak dalam tubuh seorang wanita."Katanya dengan antusias.