Mohon tunggu...
Calvin Ferry Alvino
Calvin Ferry Alvino Mohon Tunggu... Mahasiswa - S1 Teknik Informatika

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Universalisme Hak Asasi Manusia: Konsep, Tantangan, dan Implementasi di Indonesia

4 Oktober 2024   23:50 Diperbarui: 5 Oktober 2024   00:01 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Hak Asasi Manusia (HAM) didefinisikan sebagai hak yang dilindungi oleh undang-undang sebagai hak yang melekat pada martabat manusia sejak lahir sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa. Ini mencakup hak-hak dasar seperti hak hidup, kebebasan, dan perlindungan dari segala bentuk penindasan atau perlakuan yang merendahkan martabat manusia. Dan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), istilah universal berarti "bersifat umum" atau "meliputi seluruh dunia." Jika dikaitkan dengan Hak Asasi Manusia (HAM), maka HAM yang bersifat universal merujuk pada hak-hak yang berlaku secara umum untuk semua orang di seluruh dunia, tanpa memandang kebangsaan, ras, agama, atau status lainnya. Dengan demikian, HAM dianggap sebagai hak yang melekat pada setiap individu dimanapun mereka berada dan tidak dapat dibatasi oleh wilayah, negara, atau budaya.

Di Indonesia, beberapa undang-undang dan dokumen hukum yang mengatur dan mencerminkan sifat universal Hak Asasi Manusia (HAM) antara lain:

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945):

   - Pasal 28A: Menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk hidup dan berhak mempertahankan hidupnya.

   - Pasal 28B: Menegaskan hak setiap orang untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.

   - Pasal 28C: Menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk mengembangkan diri dan berhak atas pendidikan.

   - Pasal 28D: Menjamin hak setiap orang untuk diakui sebagai pribadi di depan hukum.

2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia:

   - Undang-undang ini menegaskan pengakuan terhadap HAM dan kewajiban negara untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi hak-hak asasi manusia bagi setiap individu. 

3. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia:

   - Mengatur mekanisme penegakan hukum untuk pelanggaran HAM berat dan mencakup prinsip-prinsip universal dalam perlindungan hak asasi manusia.

4. Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM):

   - Meskipun bukan undang-undang domestik, DUHAM adalah dokumen internasional yang diadopsi oleh Majelis Umum PBB pada tahun 1948, yang menjamin hak-hak asasi manusia universal yang berlaku untuk semua individu di seluruh dunia.

5. Konvensi Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR) dan Konvensi Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (ICESCR):

   - Indonesia adalah pihak dalam konvensi ini, yang mengatur berbagai aspek HAM dan mengakui hak-hak universal yang harus dipenuhi oleh negara.

Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan hak fundamental yang melekat pada setiap individu sejak lahir, mencerminkan martabat dan hak-hak yang tidak dapat dicabut. Konsep HAM bersifat universal, yang berarti berlaku untuk semua orang tanpa membedakan ras, agama, kebangsaan, atau status sosial. Dalam konteks global, HAM diatur secara resmi dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) yang disahkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 1948. Dokumen ini menjadi tonggak penting dalam pengakuan hak-hak dasar manusia di seluruh dunia, menetapkan standar yang harus dipatuhi oleh negara-negara dalam menjaga dan melindungi hak-hak individu. Pasal 1 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia menegaskan bahwa "Semua orang dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak yang sama." Ketentuan ini menekankan bahwa setiap individu, dimanapun mereka berada, berhak atas pengakuan hak-hak yang setara, dan tidak boleh mengalami diskriminasi. Dengan adanya kerangka hukum yang kuat, diharapkan bahwa setiap negara, termasuk Indonesia, dapat mengimplementasikan dan menegakkan HAM secara efektif, memastikan bahwa prinsip-prinsip universal HAM diakui dan dilindungi dalam praktik kehidupan sehari-hari.

Salah satu contoh kasus di Indonesia yang menunjukkan bahwa Hak Asasi Manusia (HAM) bersifat universal adalah Tragedi Paniai 2014.

Pada 8 Desember 2014, terjadi insiden kekerasan di Kabupaten Paniai, Papua, yang melibatkan aparat keamanan Indonesia dan warga sipil. Saat itu, warga melakukan protes terhadap tindakan kekerasan oleh aparat terhadap beberapa pemuda. Namun, protes tersebut direspon dengan kekerasan, dan menyebabkan penembakan yang menewaskan empat warga sipil serta melukai belasan lainnya. Relevansi Universalitas HAM, tragedi ini mencerminkan pelanggaran hak hidup dan kebebasan berekspresi, yang merupakan hak dasar setiap manusia tanpa memandang latar belakang mereka. Hak-hak tersebut diakui secara universal, sebagaimana tercantum dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) dan diakui pula dalam konstitusi dan undang-undang Indonesia, termasuk Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM. Insiden ini juga menarik perhatian internasional karena pelanggaran hak-hak tersebut tidak boleh terjadi dimanapun dan kapanpun, terlepas dari konteks lokal atau nasional.

Tindak lanjut Komnas HAM melakukan penyelidikan atas kasus ini, namun hingga kini banyak pihak menilai bahwa keadilan belum sepenuhnya ditegakkan, dan pelaku pelanggaran HAM berat tersebut belum dihukum secara memadai. Kasus ini menjadi sorotan lembaga HAM internasional, menyoroti pentingnya penegakan 

HAM yang bersifat universal di Indonesia.

Penegakan Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia

Penegakan HAM di Indonesia berakar pada konstitusi, undang-undang, dan berbagai lembaga yang berperan dalam memastikan hak-hak dasar manusia terlindungi. Berikut adalah gambaran singkat mengenai upaya penegakan HAM di Indonesia:

1. Konstitusi dan Undang-Undang

   - UUD 1945, secara tegas mengakui dan melindungi HAM. Pasal 28A hingga 28J dalam UUD 1945 menyebutkan berbagai hak dasar, seperti hak hidup, kebebasan beragama, hak untuk bebas dari penyiksaan, dan hak atas pendidikan. Ini menunjukkan bahwa HAM di Indonesia diakui sebagai hak yang melekat pada setiap warga negara.

   - Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM merupakan landasan hukum yang lebih spesifik mengenai pengaturan HAM. UU ini mencakup berbagai hak sipil, politik, ekonomi, sosial, dan budaya, serta mengatur bagaimana negara harus menghormati, melindungi, dan memenuhi hak-hak tersebut.

   - Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM memberikan mekanisme pengadilan khusus untuk menangani pelanggaran HAM berat, seperti genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan.

2. Lembaga Penegakan HAM

   - Komnas HAM (Komisi Nasional Hak Asasi Manusia) adalah lembaga independen yang dibentuk untuk mempromosikan dan menegakkan HAM. Komnas HAM berfungsi menerima pengaduan, melakukan investigasi, dan memberikan rekomendasi kepada pemerintah terkait pelanggaran HAM.

   - Pengadilan HAM memiliki yurisdiksi atas kasus pelanggaran HAM berat. Kasus-kasus seperti pelanggaran dalam peristiwa Timor Timur dan Tanjung Priok pernah disidangkan oleh pengadilan ini.

3. Kasus Pelanggaran HAM

   Meskipun berbagai mekanisme hukum telah tersedia, pelanggaran HAM di Indonesia masih terjadi. Contoh kasus pelanggaran HAM yang berat seperti:

   - Peristiwa 1965-1966, di mana ribuan orang dibunuh atau ditahan tanpa proses pengadilan yang adil.

   - Peristiwa Timor Timur 1999, di mana pasca-referendum kemerdekaan, terjadi kekerasan yang melibatkan milisi pro-Indonesia.

   - Kasus-kasus di Papua, terkait dengan tindakan kekerasan oleh aparat terhadap warga sipil yang memperjuangkan hak-hak politik mereka.

4. Tantangan dalam Penegakan HAM

   - Impunity (Kekebalan Hukum): Beberapa pelanggaran HAM berat di masa lalu belum terselesaikan sepenuhnya. Sebagian pelaku masih belum diadili, dan ada penundaan penyelesaian beberapa kasus.

   - Kekerasan terhadap Kelompok Minoritas: Pelanggaran HAM terhadap kelompok minoritas, baik atas dasar agama, etnis, atau orientasi seksual, masih menjadi masalah di Indonesia.

   - Keterbatasan Lembaga Pengadilan: Meskipun ada Pengadilan HAM, pelaksanaannya seringkali dianggap kurang efektif, terutama dalam menindaklanjuti kasus-kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu.

5. Upaya Perbaikan

   Pemerintah Indonesia terus berupaya memperkuat mekanisme penegakan HAM melalui:

   - Program reformasi hukum untuk memastikan hak asasi manusia lebih dilindungi.

   - Pengembangan kapasitas Komnas HAM dan lembaga-lembaga terkait lainnya agar lebih proaktif dalam menangani pengaduan masyarakat.

   - Kerja sama internasional, seperti dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan organisasi HAM global lainnya, untuk memantau dan memperbaiki standar HAM di Indonesia.

Penegakan HAM di Indonesia masih menghadapi banyak tantangan, terutama dalam memastikan tidak ada diskriminasi dan keadilan bagi korban pelanggaran HAM. Namun, dengan adanya undang-undang dan lembaga khusus, langkah-langkah menuju perlindungan HAM yang lebih baik terus diupayakan.

Teori Hak Asasi Manusia (HAM) yang bersifat universal menyatakan bahwa setiap individu, dimanapun mereka berada, memiliki hak-hak dasar yang melekat pada kemanusiaannya dan berlaku tanpa diskriminasi berdasarkan ras, agama, kebangsaan, atau status lainnya. Prinsip ini didasarkan pada gagasan bahwa hak-hak tersebut tidak berasal dari hukum atau pemerintah, melainkan melekat pada setiap manusia sejak lahir. Konsep Universalitas HAM, tertuang dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) yang disahkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 1948. Pasal 1 DUHAM menyatakan bahwa "Semua orang dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak yang sama." Ini menegaskan bahwa HAM berlaku bagi semua manusia di seluruh dunia, tanpa memandang batas-batas nasional atau kultural. 

Beberapa aspek penting dari teori HAM yang bersifat universal meliputi:

1. Kesetaraan: Setiap individu berhak mendapatkan perlakuan yang sama di hadapan hukum dan tidak boleh mengalami diskriminasi.

2. Kewajiban Negara: Setiap negara, terlepas dari sistem politik atau hukumnya, wajib melindungi dan menghormati HAM warganya.

3. Tidak Bisa Dicabut: HAM bersifat inherent atau melekat pada setiap individu dan tidak dapat dicabut atau ditolak oleh negara atau institusi mana pun.

4. Pengakuan Internasional: HAM tidak hanya diakui secara nasional tetapi juga internasional melalui berbagai perjanjian dan instrumen hukum global seperti DUHAM.

Dengan demikian, HAM bersifat universal karena prinsip-prinsipnya berlaku di seluruh dunia, terlepas dari perbedaan budaya, agama, atau ideologi politik.

Beberapa ahli yang mendukung pandangan bahwa Hak Asasi Manusia (HAM) bersifat universal antara lain:

1. John Locke (1632--1704)  

John Locke, seorang filsuf Inggris, merupakan salah satu pelopor konsep hak kodrati, yang menganggap bahwa setiap manusia secara alamiah memiliki hak-hak dasar seperti hak atas hidup, kebebasan, dan properti. Locke berpendapat bahwa hak-hak ini melekat pada manusia sejak lahir dan tidak dapat dicabut, serta berlaku untuk semua manusia, dimanapun mereka berada.

2. Immanuel Kant (1724--1804)

Filsuf Jerman, Immanuel Kant, berargumen bahwa setiap manusia memiliki nilai intrinsik yang sama, dan bahwa semua orang harus diperlakukan dengan hormat karena rasionalitas dan otonomi mereka. Kant menekankan bahwa hak-hak individu adalah universal dan harus dihormati oleh semua orang tanpa pengecualian.

3. Eleanor Roosevelt (1884--1962)

Sebagai ketua Komisi Hak Asasi Manusia PBB, Eleanor Roosevelt memainkan peran penting dalam penyusunan dan adopsi Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) pada tahun 1948. Dia mendukung bahwa HAM bersifat universal, berlaku untuk semua manusia tanpa memandang latar belakang, ras, agama, atau kebangsaan.

4. Michael Ignatieff

Michael Ignatieff adalah seorang filsuf politik dan akademisi Kanada yang dikenal atas pandangannya mengenai HAM sebagai landasan yang melampaui batas-batas negara, budaya, atau tradisi. Dia menekankan bahwa HAM adalah standar moral universal yang harus diterima oleh semua negara.

5. Henry Shue

Shue adalah seorang teoritikus politik yang mengembangkan teori HAM, terutama terkait hak-hak dasar yang harus dijamin oleh negara. Dalam bukunya *Basic Rights*, ia menyatakan bahwa hak asasi manusia bersifat fundamental dan universal, di mana hak-hak ini harus dilindungi untuk menjamin kehidupan bermartabat bagi semua individu.

Para ahli ini meyakini bahwa hak-hak manusia bersifat alamiah, tidak bisa dicabut, dan harus dihormati di seluruh dunia tanpa memandang batas-batas nasional atau kebudayaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun