Wajahnya makin memerah.
"Tapi, aku cukup berterima kasih pada Ayahmu. Dia sangat bejat hingga memberitahu padaku siapa teman-temannya yang waktu itu menghilangkan kebahagiaanku."
"Lucky!!!"
Aku tertawa, "Berteriaklah, Sayang. Mungkin, suaramu akan makin keras jika mengetahui sup apa yang barusan kau makan?"
Matanya melotot. Aih. Membuat hatterku ingin ikut mencungkilnya juga.
"Daging langka?! Kau gadis bang**t, Lucky!!!"
Dia menangis, sambil mencolok lehernya hingga muntah.
"Hilangkan hasrat dendammu, Sayang,"
Aku terkesiap mendengar itu. Begitu pun Rizki. Spontan mata kami mencari di mana asal suara.
"Ikhlaskan Ayah sama Ibu, Sayang."
Liurku kutelan paksa. Mataku mulai memerah menahan tangis.