Intan memiringkan kepala, terlihat mencoba lebih mengamati. "Lo lihat deh Al, dalam lukisan ini hawa nafsu itu digoda dengan bisikan-bisikan. Dan bisikan itu digambarkan oleh topeng-topeng yang berperan sebagai tokoh kejahatan pada cerita Jawa. Topeng tersebut bukan wajah asli manusia melainkan perwujudan dari bisikan-bisikan jahat yang menutupi hati dan kebenaran."
Aku bertepuk tangan dengan mulut ternganga. "Waw! Intan, lo hebat."
"Iya, gue kan, tadi malem sempat baca soal lukisan ini di internet." Intan bergaya bangga.
"Tapi gue nggak mudeng sama sekali," celetukku, Intan menepuk jidat mendengarnya.
Aku meringis tanpa dosa, temanku itu hanya menggeleng, lantas mengembuskan napas pelan. "Dasar!"
Intan lalu menyapu pandangannya pada lukisan lain, masih karya Affandi berjudul Cangklong.
"Nah, ini dia Al, kita beruntung bisa melihatnya di sini, ini termasuk lukisan langka, loh." Intan memberitahu.
"Waw!" kataku dengan wajah terkagum.
"Lo tau gak? Warna merah pada bagian dahinya itu mengekspresikan jika beliau mempunyai masalah yang belum terselesaikan."
"Itu artinya ... ini lukisan beliau sendiri? Maksud gue ... ini wajah beliau?"
"Tepat, beliau melukis dengan melihat dirinya dalam cermin."