Mohon tunggu...
Cucu Sutrisno
Cucu Sutrisno Mohon Tunggu... -

saya seseorang mahasiswa PKnH FIS UNY 2010 Kelahiran Sumedang jawa barat. Memiliki hoby olahraga dan nonton film, memiliki ketertarikan lebih terhadap dunia pendidikan dan sosial. Senang dengan karya sastra terutama fiksi sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Prospek Otonomi Desa atau Kesatuan Masyarakat Adat di Indonesia Setelah Era Reformasi

2 Agustus 2016   23:06 Diperbarui: 2 Agustus 2016   23:16 424
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Daerah-daerah ini mempunyai susunan asli dan oleh karenanya dapat dianggap sebagai daerah yang bersifat istimewa. Ini berarti, keberadaan dan eksistensi masyarakat hukum adat telah memiliki jaminan hukum internasional dan dalam UUD 1945 sebelum perubahan. Meskipun pada pemerintahan Orde Baru, ketentuan UUD 2945 itu tidak digubris bila mengingat muatan Undang-Undang No. 5 tahun 1974 tentang Pemerintahan di Daerah dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Desa yang justru mengebiri otonomi masyarakat hukum adat di Indonesia. 

Pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 18 B ayat (2) menyatakan bahwa (2) Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-haktradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsipNegara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang. Selanjtnya, Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya. 

Pasal 32 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 melengkapi dengan menyebutkan bahwa Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional. Sederet ketentuan itu sebenarnya dapat menjadi dasar bagi perlindungan dan pemajuan eksistensi kesatuan masyarakat hukum adat di Indeonsia. Melalui berbagai kebijakannya, pemerintah seyogianya memberikan otonomi kepada kesatuan masyarakat hukum adat di Indonesia sebagai pengejawantahan dianutnya paham rule of law dan constitutional democracy.Apalagi, selain itu merupakan hak sipil warga negara Indonesia, itu juga bagian dari hak asasi manusia.

Prospek Otonomi Desa atau Kesatuan Masyarakat Hukum Adat Di Indonesia dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa

Istilah penduduk/populasi adat (indigeunous populations) digunakan pertama kali pada forum internasional dalam konferensi Berlin Tahun 1884-1885. Istilah itu dipakai untuk menyebut penduduk asli/pribumi di afrika yang berada dibawah dominasi kolonial Kekuatan Besar (Great Power), untuk membedakannya dari warga negara atau penduduk dari bangsa-bangsa (Great Power) yang menjajah. Sedangkan, istilah masyarakat hukum adat biasanya digunakan dalam merujuk individu-individu dan kelompok-kelompok yang merupakan keturunan penduduk asli yang tinggal di sebuah negara. (Ni’matu Huda, 2015: 57).

Hasil penelitian yang dilakukan  oleh Van Vollenhoven, jauh sebelum kemerdekaan di wilayah nusantara terdapat 19 wilayah hukum adat, yaitu daerah (1) Aceh, (2) Gayo, Alas, Batak dan Nias, (3) Minangkabau, Mentawai, (4) Sumatera Selatan, Enggano, (5) Melayu, (6) Bangka, Belitung,  (7) Kalimantan, (8) Minahasa, (9) Gorontalo, (10) Toraja, (11) Sulawesi Selatan, (12) Kepulauan Ternate, (13) Maluku, (14) Irian Barat, (15) Kepulauan Timor, (16) Bali, Lombok, (17) Jawa Tengah, Jawa Timur, Madura, (18) Solo, Yogyakarta, (19) Jawa Barat, Jakarta.  Martua Sirait, Chip Fay dan A.Kusworo, 2000: 2-3). Menurut NI’Matul Huda (2015: 212) desa yang ada saat ini sudah berjumlah 73.000 (tujuh puluh tiga ribu) Desa dan sekitar 8.000 (delapan ribu) Kelurahan. 

Sebelum itu, Bab VI UUD 1945 menyatakan bahwa dalam teritori Indonesia terdapat lebih kurang 250 Zelfbestuurende land-schappen dan Volksgemeen-schappen, seperti Desa di Jawa dan Bali, Nagari di Minangkabau, Dusun dan Marga di Palembang dan sebagainya. Daerah-daerah ini mempunyai susunan asli dan oleh karenanya dapat dianggap sebagai daerah yang bersifat istimewa. Menurut Ni’matul Huda (2015: 58), masyarakat hukum adat (indigeunous populations)dalam konteks otonomi daerah di Indonesia, secara natural telah lebih dahulu memiliki otonomi asli (original autonomy power) dan hak-hak atas tanah (entitiesmens to lands) dimana mereka menetapkan bersama komunitasnya.

Saat ini telah ada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa yang mengatur mengenai keberadaan desa dan atau kesatuan masyarakat adat selain desa. Ni’Matul Huda (2015: 206) menyebutkan bahwa meskipun lahir di tahun politik sebelum pemilihan umum tahun 2014, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 telah memberikan payung hukum yang lebih kuat dibandingkan pengaturan desa dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 maupun Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. Menurutnya, otonomi daerah yang terkandung dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 maupun Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 lebih menaruh perhatian pada pemenuhan hak-hak otonomi kabupaten/kota, sedangkan desa lebih hanya menjadi komoditas politik pemilihan kepala daerah (Ni’Matul Huda, 2015: 207).

Adanya keberpihakan terhadap eksistensi otonomi asli desa atau kesatuan masyarakat hukum adat dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 nampak pada muatan penjelasan umum Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 telah menyebutkan bahwa Undang-Undang ini disusun dengan semangat penerapan amanat konstitusi, yaitu pengaturan masyarakat hukum adat sesuai dengan ketentuan Pasal 18B ayat (2) untuk diatur dalam susunan pemerintahan sesuai dengan ketentuan Pasal 18 ayat (7). Itu berarti, melalui undang-undang itu, negara telah secara tegas mendasari pembentukan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 atas dasar konstitusi yang memuat keberpihakan kepada kesatuan masyarakat hukum adat. 

Selain itu, masih dalam penjelasan umum menyatakan bahwa ada penggabungan fungsi self-governing community dengan local self government, diharapkan kesatuan masyarakat hukum adat yang selama ini merupakan bagian dari wilayah Desa, ditata sedemikian rupa menjadi Desa dan Desa Adat. Desa dan Desa Adat pada dasarnya melakukan tugas yang hampir sama. Sedangkan perbedaannya hanyalah dalam pelaksanaan hak asal¬usul, terutama menyangkut pelestarian sosial Desa Adat, pengaturan dan pengurusan wilayah adat, sidang perdamaian adat, pemeliharaan ketenteraman dan ketertiban bagi masyarakat hukum adat, serta pengaturan pelaksanaan pemerintahan berdasarkan susunan asli.

Penguatan terhadap eksistensi otonomi asli desa dibidang sosial, ekonomi dan politik juga nampak pada tujuan ditetapkannya pengaturan Desa dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 yang merupakan penjabaran lebih lanjut dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (7) dan Pasal 18B ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu:

  • memberikan pengakuan dan penghormatan atas Desa yang sudah ada dengan keberagamannya sebelum dan sesudah terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia;
  • memberikan kejelasan status dan kepastian hukum atas Desa dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia demi mewujudkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia;
  • melestarikan dan memajukan adat, tradisi, dan budaya masyarakat Desa;
  • mendorong prakarsa, gerakan, dan partisipasi masyarakat Desa untuk pengembangan potensi dan Aset Desa guna kesejahteraan bersama;
  • membentuk Pemerintahan Desa yang profesional, efisien dan efektif, terbuka, serta bertanggung jawab;
  • meningkatkan pelayanan publik bagi warga masyarakat Desa guna mempercepat  perwujudan kesejahteraan umum;
  • meningkatkan ketahanan sosial budaya masyarakat Desa guna mewujudkan masyarakat Desa yang mampu memelihara kesatuan sosial sebagai bagian dari ketahanan nasional;
  • memajukan perekonomian masyarakat Desa serta mengatasi kesenjangan pembangunan nasional; dan
  • memperkuat masyarakat Desa sebagai subjek pembangunan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun