Mohon tunggu...
Eko Nurhuda
Eko Nurhuda Mohon Tunggu... Penulis - Pekerja Serabutan

Peminat sejarah dan penikmat sepak bola yang sedang asyik berkebun di desa transmigrasi. Tulisannya pernah dimuat di Tabloid BOLA, BOLAVaganza, FourFourTwo Indonesia, detikSport, juga Jambi Ekspres, Telusuri.id dan Mojok.co. Sempat pula menelurkan beberapa buku seputar blog-internet juga berkecimpung di dunia novel online dan digital self-publishing.

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Sritex Arena, Warisan Kejayaan Bhinneka Solo (dan Sri Rejeki Isman?)

1 November 2024   05:25 Diperbarui: 1 November 2024   08:13 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana pertandingan bola basket di ajang Indonesian Basketball League di Sritex Arena, Kota Surakarta. (FOTO: IBL Indonesia)

Mengenang Solo, salah satu nama yang langsung menyeruak di ingatan saya adalah GOR Bhinneka. Wahana olahraga yang belakangan berganti nama Sritex Arena tersebut boleh dibilang warisan kejayaan klub basket Bhinneka dan juga PT Sri Rejeki Isman, Tbk.

Saya sebut salah satu karena ada beberapa nama lain yang seketika muncul di kepala begitu mengenang Solo. Yang pertama Hotel Novotel, lalu Taman Sriwedari, diikuti Sami Luwes, Persijatim Solo FC,  serta GOR Bhinneka dan Bhinneka Sritex.

Itu semua karena saya sempat sebentar bermukim di Solo, tak sampai setahun. Persisnya 22 tahun lalu, ketika menjalani on the job training (OJT) wajib dari kampus yang lantas saya lanjutkan sebagai magang mandiri di Hotel Novotel.

Selama di Solo, saya tinggal di sebuah rumah sederhana yang disulap menjadi kos-kosan 5 kamar di Kelurahan Sriwedari. Terletak di ujung sebuah gang yang tepat berada di sebelah barat tembok pagar kediaman mewah seorang, konon, bangsawan Kasunanan Surakarta di Jl. Slamet Riyadi.

Di Google Maps, gang tersebut dinamai Gang Buntu. Namun sebetulnya bukanlah tanpa ujung. Karena setelah lurus ke selatan dan mentok, kita bisa berbelok ke barat dan terus melangkah sampai tembus ke Jl. Museum melalui Masjid Muslim.

Nah, rumah yang menjadi tempat kos saya dulu tepat berada di ujung belokan Gang Buntu tersebut.

Sepelemparan Batu dari GOR Bhinneka

Suatu ketika, saya dibuat penasaran oleh suara ramai-ramai yang terdengar dari arah selatan. Suara khas sorakan penonton sebuah pertandingan olahraga.

Mulanya saya kira ada pertandingan sepak bola di Stadion Sriwedari. Namun asal suara dari arah selatan, sedangkan letak stadion di sebelah barat tempat kos saya.

Jarak antara tempat kos dan stadion sebetulnya tidak terbilang jauh, hanya sekitar setengah kilometer. Akan tetapi di antara kedua tempat terdapat jalanan ramai, juga deretan penghalang berupa bangunan pertokoan dan gedung, plus pepohonan rindang di Taman Sriwedari.

Lalu, seperti halnya sekarang, pada masa itu Stadion Sriwedari hanya menggelar pertandingan level bawah dengan sedikit penonton. Gabungan semua faktor itu membuat suara yang sampai tidak akan sejelas yang saya dengar.

Usut punya usut, ternyata suara sorakan tersebut memang bukan berasal dari Stadion Sriwedari. Melainkan dari suasana pertandingan bola basket di GOR Bhinneka. Klub kebanggaan warga Solo, Bhinneka Sritex, sedang bertanding di Kompetisi Bola Basket Utama alias Kobatama.

Barulah di kemudian hari saya tahu. Jika saya berjalan kaki dari Masjid Muslim ke selatan menyusuri Jl. Museum sampai ke persimpangan Jl. Kebangkitan Nasional, dari sana bisa terlihat sebuah bangunan paling tinggi dengan bagian atas berbentuk melengkung.

Itulah GOR Bhinneka, home base Bhinneka Sritex Solo. Salah satu klub papan atas di jagat bola basket nasional era Kobatama dan IBL periode pertama.

Waktu tempuh dari tempat kos saya ke GOR Bhinneka cukup beberapa menit berjalan kaki. Menilik di peta, lokasi kedua tempat berada dalam satu garis lurus yang berjarak hanya sepelemparan batu. Wajar jika suara sorakan penonton dapat terdengar jelas hingga ke telinga saya.

Ramainya suasana di GOR Bhinneka kala itu diakui oleh Direktur Utama IBL, Junas Miradiarsyah, kala menyaksikan pertandingan Kesatria Bengawan Solo vs Dewa United Banten, 16 Juni 2024 lalu.

"Terakhir stadion seramai dan seantusias ini adalah pada masa klub legendaris Bhinneka Sritex bertanding. Semua pecinta basket Solo mendukung timnya," kata Junas Miradiarsyah, seperti dikutip dari laman resmi IBL Indonesia.

Bermula dari Pasar Klewer

Tak lengkap mengulas Bhinneka Sritex Solo dan GOR Bhinneka yang kini bernama Sritex Arena, tanpa menyinggung dua nama pengusaha tekstil-garmen Kota Surakarta. Beliau berdua adalah Halim Sugiarto alias Lie Hong Mee dan Haji Muhammad Lukminto alias Ie Djie Shien.

Sebagaimana diceritakan Halim dalam Radar Solo (15/1/2020), dirinya dan Luk--panggilan akrab HM Lukminto--sama-sama berdagang kain di Pasar Klewer. Pasar yang telah beroperasi sejak masa penjajahan ini memang dikenal sebagai pusat perdagangan pakaian dan kain, sehingga para pedagangnya hanya menawarkan serba-serbi garmen dan tekstil.

Ketika itu Lukminto membuka toko kain yang diberi nama Sri Redjeki. Inilah cikal bakal PT Sri Rejeki Isman, Tbk. atau lebih dikenal sebagai Sritex.

Selain kesamaan sebagai pedagang Pasar Klewer, rupanya Halim dan Lukminto juga sama-sama menyukai bola basket. Dari sinilah mereka bersepakat mendirikan sebuah klub, meramaikan deretan klub yang sudah terlebih dahulu eksis di Surakarta.

Klub bola basket yang berdiri pada 1967 itu dinamai Bhinneka Solo. Nama Bhinneka dipilih untuk menggambarkan suasana tim yang diisi pemain dari berbagai penjuru daerah dan juga macam-macam etnis di Indonesia.

Karena belum punya home base sendiri, para pemain Bhinneka Solo harus berpindah-pindah tempat untuk berlatih. Mereka pernah latihan di lapangan Kelurahan Kepatihan, di Balai Prajurit yang kini digunakan sebagai Beteng Trade Center, di Monumen 45 Banjarsari, hingga di Mangkunegaran (kini dipakai sebagai Gedung Majlis Tafsir Al-Quran).

Meski berstatus klub nomaden tanpa rumah sendiri, Bhinneka Solo menunjukkan kemampuan mumpuni. Mereka ditunjuk sebagai wakil Jawa Tengah di Pekan Olahraga Nasional VII di Surabaya pada 1969.

"Dulu lawan kami dari Jakarta, Bandung dan Medan. Sayang kami belum dapat emas," kenang Halim, seperti dikutip Radar Solo.

Nazar Juara

Tak cuma berkiprah di level senior, Bhinneka Solo juga telaten menggarap para pemain muda. Buah dari pembinaan tersebut baru mereka peroleh ketika tim junior meraih gelar juara kompetisi bola basket nasional tingkat U17 di Malang pada 1994.

Kala itu, Halim mengucap nazar akan membangun GOR sendiri jika Bhinneka Solo menjadi juara nasional. Ternyata tim junior yang dikirim ke Malang betul-betul keluar sebagai pemenang.

Dari nazar inilah GOR Bhinneka lahir. Tidak tanggung-tanggung, Halim membuat sebuah GOR berstandar tinggi yang setelah berdiri disebut-sebut sebagai yang paling megah di Jawa Tengah. 

Setelah punya home base sendiri, serta tentunya didukung perkembangan usaha Halim dan Lukminto sebagai owner dan pendiri klub, Bhinneka Solo didaftarkan sebagai peserta Kobatama pada 1996. Babak baru pun dimulai.

Tahun kedua mengikuti Kobatama, Bhinneka Solo sukses menembus partai final. Sekalipun kalah 73-89 dari Panasia Indosyntec Bandung, capaian tersebut langsung melambungkan nama klub asal Surakarta ini.

Kemudian HM Lukminto yang juga duduk sebagai pengurus klub, menjadikan Sritex sebagai sponsor utama Bhinneka Solo sejak 1999. Hal ini membuat nama klub disesuaikan menjadi Bhinneka Sritex Solo.

Tahun itu pula Bhinneka kembali menembus partai final Kobatama, tetapi lagi-lagi kalah. Sebuah pertandingan ketat melawan Mahaka Satria Muda yang berakhir dengan skor 57-46 bagi sang juara.

Capaian sama dicatatkan Bhinneka Sritex pada Kobatama 2001. Untuk kali ketiga, klub Solo ini gagal juara setelah kalah dari Aspac Jakarta (kini bernama Stapac Jakarta). 

Dihantam Krisis

Eksistensi Bhinneka Sritex Solo di level teratas nasional tetap bertahan ketika Kobatama digantikan oleh Indonesian Basketball League (IBL) pada 2003. Bersamaan dengan keluar-masuknya sejumlah pemain berlabel penggawa timnas bola basket yang sempat memperkuat klub ini.

Sebut saja Anang Sulistyawan, salah satu point guard andalan Bhinneka Sritex nan setia. Sebelum pindah ke Solo, Anang memperkuat Tri Dharma, klub bola basket Madiun milik Halim Hindarto yang merupakan saudara Halim Sugiarto.

Lalu ada I Made Sudiadnyana yang, bersama-sama Anang, bergabung sejak awal Bhinneka menjadi kontestan Kobatama pada 1997. Pemain yang lebih akrab dipanggil Lolik ini merupakan andalan timnas Indonesia ketika meraih medali perak SEA Games 2001 Kuala Lumpur dan SEA Games 2007 Nakhon Ratchasima.

Anang dan Lolik tetap setia membela Bhinneka Sritex Solo sampai klub dibubarkan. Ya, krisis finansial yang melanda dunia pada medio 2008 membuat Halim memutuskan klubnya itu keluar dari IBL pada 2009.

Menyusul pembubaran tersebut, Halim menjual seluruh aset Bhinneka. Termasuk GOR yang menjadi home base klub selama ini. Bangunan berkapasitas 3.500 penonton tersebut ia lego kepada HM Lukminto.

Halim memang hanya menawarkan GOR Bhinneka pada Lukminto. Alasannya, ia tahu persis sahabatnya yang sesama penggemar bola basket itu akan tetap menjadikan bangunan tersebut sebagai pusat olahraga kegemaran mereka.

Sejak berpindah tangan itulah perubahan nama ke Sritex Arena terjadi. Tak cuma sebagai wahana pertandingan bola basket, GOR ini juga menjadi lokasi pertandingan cabang-cabang olahraga lain dan juga pertunjukan musik.

Kini, PT Sri Rejeki Isman, Tbk. selaku pemilik Sritex Arena dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri Semarang. Efek krisis akibat wabah Covid-19 agaknya sangat mengganggu langkah raksasa tekstil dan garmen yang sempat sangat berjaya ini.

Akankah Sritex tumbang, menyusul Bhinneka Solo yang telah terlebih dahulu menghilang?

.

Talang Datar, 30 Oktober 2024 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun