Karena belum punya home base sendiri, para pemain Bhinneka Solo harus berpindah-pindah tempat untuk berlatih. Mereka pernah latihan di lapangan Kelurahan Kepatihan, di Balai Prajurit yang kini digunakan sebagai Beteng Trade Center, di Monumen 45 Banjarsari, hingga di Mangkunegaran (kini dipakai sebagai Gedung Majlis Tafsir Al-Quran).
Meski berstatus klub nomaden tanpa rumah sendiri, Bhinneka Solo menunjukkan kemampuan mumpuni. Mereka ditunjuk sebagai wakil Jawa Tengah di Pekan Olahraga Nasional VII di Surabaya pada 1969.
"Dulu lawan kami dari Jakarta, Bandung dan Medan. Sayang kami belum dapat emas," kenang Halim, seperti dikutip Radar Solo.
Nazar Juara
Tak cuma berkiprah di level senior, Bhinneka Solo juga telaten menggarap para pemain muda. Buah dari pembinaan tersebut baru mereka peroleh ketika tim junior meraih gelar juara kompetisi bola basket nasional tingkat U17 di Malang pada 1994.
Kala itu, Halim mengucap nazar akan membangun GOR sendiri jika Bhinneka Solo menjadi juara nasional. Ternyata tim junior yang dikirim ke Malang betul-betul keluar sebagai pemenang.
Dari nazar inilah GOR Bhinneka lahir. Tidak tanggung-tanggung, Halim membuat sebuah GOR berstandar tinggi yang setelah berdiri disebut-sebut sebagai yang paling megah di Jawa Tengah.Â
Setelah punya home base sendiri, serta tentunya didukung perkembangan usaha Halim dan Lukminto sebagai owner dan pendiri klub, Bhinneka Solo didaftarkan sebagai peserta Kobatama pada 1996. Babak baru pun dimulai.
Tahun kedua mengikuti Kobatama, Bhinneka Solo sukses menembus partai final. Sekalipun kalah 73-89 dari Panasia Indosyntec Bandung, capaian tersebut langsung melambungkan nama klub asal Surakarta ini.
Kemudian HM Lukminto yang juga duduk sebagai pengurus klub, menjadikan Sritex sebagai sponsor utama Bhinneka Solo sejak 1999. Hal ini membuat nama klub disesuaikan menjadi Bhinneka Sritex Solo.
Tahun itu pula Bhinneka kembali menembus partai final Kobatama, tetapi lagi-lagi kalah. Sebuah pertandingan ketat melawan Mahaka Satria Muda yang berakhir dengan skor 57-46 bagi sang juara.
Capaian sama dicatatkan Bhinneka Sritex pada Kobatama 2001. Untuk kali ketiga, klub Solo ini gagal juara setelah kalah dari Aspac Jakarta (kini bernama Stapac Jakarta).Â