Mohon tunggu...
Eko Nurhuda
Eko Nurhuda Mohon Tunggu... Penulis - Pekerja Serabutan

Peminat sejarah dan penikmat sepak bola yang sedang asyik berkebun di desa transmigrasi. Tulisannya pernah dimuat di Tabloid BOLA, BOLAVaganza, FourFourTwo Indonesia, detikSport, juga Jambi Ekspres, Telusuri.id dan Mojok.co. Sempat pula menelurkan beberapa buku seputar blog-internet juga berkecimpung di dunia novel online dan digital self-publishing.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Saat Brendan Rodgers Tak Lagi Dipercaya Fans Liverpool [On This Day]

4 Oktober 2022   23:40 Diperbarui: 5 Oktober 2022   01:42 315
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Judge me in three years," kata Rodgers ketika itu.

Liverpudlian bahkan tidak perlu menunggu selama itu. Rodgers sudah berhasil meraih simpati The Kop dengan permainan apik di separuh musim pertamanya, 2012/13. Puja-puji diarahkan kepadanya, bersamaan dengan harapan tinggi akan raihan trofi.

Harapan itu nyaris terwujud. Rodgers hampir saja tercatat dalam buku sejarah klub sebagai manajer pertama yang memenangi Premier League di musim 2013/14. Musim di mana terdengar nyanyian "We're gonna win the league" di Anfield, nyanyian yang biasanya keluar dari mulut fan Man. United.

Apa daya, sejarah besar gagal terjadi. Orang-orang berpendapat hasil seri 3-3 di kandang Crystal Palace adalah kunci kegagalan Liverpool musim tersebut. Sejatinya, sepanjang 2013/14 The Reds terlalu sering membuang-buang poin di beberapa laga krusial.

Keadaan bertambah buruk ketika sosok sepenting Suarez malah dibiarkan pergi. Padahal striker Uruguay itu adalah penyumbang separuh gol klub sepanjang musim 2013/14. Juga pemberi kebanyakan asist bagi Sturridge.

Jangan lupakan pula cerita soal "kekangan" Komite Transfer pada Rodgers di awal tulisan. Niatnya untuk memperkuat klub dengan membeli beberapa pemain incaran di awal musim 2014/15, terganjal oleh kebijakan komiter tersebut.

Maka, jangan heran kenapa klub sebesar Liverpool mendatangkan pemain-pemain seperti ... ingat-ingat sajalah sendiri siapa saja mereka. Ketika satu demi satu para rekrutan baru tersebut gagal berkembang, jelas Rodgers yang jadi sasaran utama tudingan jari.

Ketika kemudian hasil-hasil di atas lapangan tak lagi sesuai harapan, hanya Rodgers pula yang paling mudah dijadikan kambing hitam. Akibatnya, perlahan tapi pasti dukungan fan berbalik jadi tekanan baginya.

Gerakan-gerakan anti-Rodgers mulai bermunculan, termasuk mereka-mereka yang mempertanyakan kapabilitas sang manajer. Dari hanya kritis terhadap pilihan taktik dan susunan pemain, serangan lambat laun kian brutal dengan ejekan-ejekan personal. Termasuk keputusannya menceraikan istri demi bersama Nona Hinds.

Tiga tahun tanpa gelar, fan semakin kencang mengingatkan Rodgers pada janjinya sendiri. Tagar #RodgersOut, banner "Rodgers Out Rafa In" di ekor pesawat yang sengaja diterbangkan saat Liverpool bertanding, sampai sorakan "booo" di Anfield,, kesemuanya adalah ekspresi ketidak-sabaran fan akan trofi juara.

No trophy no glory. Trofi jadi satu-satunya tolok ukur kemajuan. Dalam hal ini, Rodgers adalah sinonim bagi kegagalan dalam kamus kebanyakan fan Liverpool.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun