Dengan model pembelian pemain seperti ini, tidak heran bila kemudian para rekrutan yang didatangkan pada era Rodgers kebanyakan berujung sebagai flop. Tentu saja tanpa menepikan sejumlah pemain yang sukses berkembang.
Membawa Visi Besar
Ketidak-rukunan tersebut sangat disayangkan. Pasalnya, Rodgers datang ke Liverpool dengan visi besar. Eks manajer Swansea City tersebut sudah memukau petinggi klub saat melakoni wawancara sebagai salah satu kandidat manajer.
Pada saat itu, kepada petinggi FSG Rodgers menyodorkan sebuah dokumen setebal 180 halaman. Sebuah dokumen mengenai langkah-langkah yang akan dia ambil sebagai manajer Liverpool demi mengembalikan nama besar klub.
Tak hanya itu, Rodgers juga merinci apa saja yang harus ditempuh pemilik klub dan suporter untuk mendukung visi tersebut. Ya, visi mengembalikan kejayaan Liverpool sebagai penguasa Inggris dan Eropa.
Rodgers tahu betul klub seperti apa yang sedang dia hadapi. Meski saat dia datang melamar Liverpool hanya finish di papan tengah klasemen Premier League 2011/12, Liverpool tetaplah Liverpool. Sebuah klub top nan legendaris di seantero Eropa. Sebuah klub yang sudah menyerupai cerita rakyat di daratan Britania Raya.
"Sesungguhnya, menurut saya, kalau ada yang namanya cerita rakyat (folklore) mengenai sepakbola, maka itu adalah Liverpool. Liverpool adalah jantung kehidupan," demikian Rodgers mendeskripsikan Liverpool kala itu, seperti banyak dikutip media Inggris.
Rodgers juga paham Liverpool FC tak cuma soal sepakbola. Penduduk kota pelabuhan di mana klub tersebut berada menjadikan The Reds sebagai urat nadi kehidupan mereka. Bukan hanya permainan 11 lawan 11 selama 90 menit di atas lapangan berumput, Liverpool adalah helaan & hembusan napas Liverpudlian.
"Untuk penduduk kota lain atau negara lain, sepakbola mungkin sebuah kegiatan di waktu senggang. Di kota ini, sepakbola adalah kehidupan itu sendiri. Segalanya," kata Rodgers lagi.
Karena itulah Rodgers tak melulu bicara taktik dan strategi ketika menjalani wawancara di hadapan bos-bos FSG. Bukan hanya membentuk tim, Rodgers menegaskan dirinya ingin membangun filosofi, kultur dan gaya permainan di klub tersebut. Filosofi Liverpool, kultur Liverpool. The Liverpool way.
"Saya jelaskan mengenai apa yang ingin saya bangun: filosofi dan kultur klub, gaya permainan, tindak-tanduk pribadi mereka yang menjadi bagian dari klub," ucap Rodgers, menjabarkan misinya kepada wartawan.
Rindu Kejayaan
Bagi suporter Liverpool, apa yang disampaikan Rodgers saat itu jelas merupakan satu topik menarik. Sesuatu hal yang terasa semakin pudar sejak terakhir kali menjuarai liga domestik pada 1990.