Dari wajah mereka, saya tahu kalau mereka semua kelihatannya serius untuk mengikuti prosesinya.
Hal itu malah membuat saya bertanya kedalam hati saya yang paling dalam apakah saya benar-benar siap untuk bergabung.
Ternyata ada satu hal yang mengganjal didalamhati saya, yaitu masalah bai'at. Entah kenapa saya merasa tidak nyaman kalau saya bersumpah untuk patuh dan mengikuti seseorang walaupun dia adalah sang Mursyid yang terus terang saja saya respek padanya.
Sampai sebelum berangkat, saya memang tidak berhasil menemukan referensi yang kuat yang bisa saya gunakan untuk memutuskan mau di baiat atau tidak.
Dulu pikiran polos saya bilang bahwa mengucapkan syahadat atau bersaksi bahwa Allah SWT adalah satu-satunya Tuhan dan Muhammad SAW itu utusanNya adalah hanya satu-satunya sumpah yang saya pantas ucapkan dengan kebulatan untuk berkomitmen terhadap syahadat tersebut.
Saya tidak tahu apakah saya terlalu sombong untuk mau mengikuti orang lain atau bagaimana. Saya benar-benar bingung.
Karena saya merasa belum bulat tekadnya, akhirnya teman saya bilang gak apa-apa kok sambil tersenyum ramah.
Saya merasa gak enak juga.. tapi apa boleh buat karena saya belum siap..
Saya perhatikan wajah sang Mursyid tetap biasa-biasa saja. Kagum saya dibuatnya.
Malam itu pun saya lewati dengan duduk di salah satu kursi di ruang tengah rumah sang Mursyid sambil mengamati dari jauh apa saja yang sedang terjadi.
Hal yang paling saya sesalkan