Kami marah.
"Shelly? Apa kamu marah kepadaku? Aku hanya memberimu kabar dan kamu memarahiku? Oh, tidak. Bahkan kamu menamparku. Panas. Mungkin pipiki sudah sangat merah. Terserah! Dan ingat, Shelly. Di antara teman-teman hanyalah aku yang repot-repot datang ke sini untuk memberimu kabar ini. Karena kamu tidak memberi jawaban. Tidak ada teman lagi yang peduli denganmu. Kamu harus sadar!"
"Clara ada di sini! Kamu tidak pantas berkata seperti itu!" ucapku. "Kalau kamu teruskan. Sama saja kamu dengan musuh-musuh kita di sekolahan yang lain. Bisanya menyakiti dan merisak!"
"Apa kamu sudah sinting? Di mana? Clara sudah mati dan tidak mungkin k-"
Tangan kananku melesat sempurna.Â
Lalu aku menyeret Neko dengan paksa. Terserah. Dia harus diberi pelajaran karena berkata-kata dengan kejam di hadapan Clara. Padahal Clara belum lama sampai di rumahku.
"Clara ...! Neko berbicara aneh-aneh tentangmu!" teriakku, agar Clara mendengar kemarahanku.
Neko mengerang kesakitan dan hampir mengelak dari cengkraman tanganku. Namun aku tidak peduli dan tambah memperkuat tarikanku, hingga Neko sempat terseok-seok dan terjatuh.Â
Tidak peduli.
Tidak lama kemudian aku sudah berada di tempat Clara berada.Â
"Ini Clara! Clara sejak tadi ada di sini. Dia duduk di sofa apa kamu buta? Neko?!" teriakku.