Menjelang subuh aku pun terlelap dan tergagap saat kokok ayam jago bersahutan memenuhi  telingaku.
"Astaghfirullah....beri aku kekuatan ya Rabbi, biarkan aku abaikan rasa ini demi kebaikan semuanya," pintaku dalam sedu sedan.
Ingin kuungkapkan semua perasaanku pada Ibu tapi jarak dan waktu memisahkan kami, telepon kami tak punya. Berkirim surat, ah..butuh waktu lama. Kini harus kuselesaikan masalahku sendiri.
Kususuri jalan menuju perpustakaan institut yang penuh pohon rindang di pinggirnya. Jalanku tertunduk sambil memikirkan keputusan apa yang akan kuambil...brakk...
"Agh...." jeritku
Tubuhku terdorong akibat gaya momentum tumbukan tubuhku dengan tubuh seseorang yang lebih kuat dariku. Saat aku mendongak, jantungku seakan mau lepas...
"Dhimas...?" pipiku memerah, panas menjalari tubuhku. Tubuhku sedikit gemetar tetapi kunetralkan dengan membuang jauh perasaanku.
"Maaf, aku tidak fokus," tukasku meminta maaf.
"Bukan salah kamu, aku yang salah berjalan tidak lihat depan. Maafkan aku Upik!"
Mendengar kalimat yang terucap dari mulutnya seolah mendengar alunan tembang rindu, begitu mendayu-ndayu meluruhkan hatiku. Namun, segera kutepis perasaan itu.
"Maaf..saya tergesa-gesa..." sahutku dengan nada kubuat kesal.