Mohon tunggu...
Budi Wahyuningsih
Budi Wahyuningsih Mohon Tunggu... Guru - Guru Bahasa Indonesia di SMK Negeri 2 Temanggung dan mendapat tugas tambahan sebagai Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum

Hobi memasak, membaca novel petualangan dan misteri, traveling, dan bertanam

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bukan Upik Abu

23 Maret 2024   10:14 Diperbarui: 23 Maret 2024   10:23 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

            "Halo Upik...bisa nggak carikan gue model baju buat hanging out sama pacar gue? Kamu pasti bisa milihin yang terbaik. Soal harga nggak usah khawatir deh...gue pasti kasih bonus...!"

            "Oke Na, aku sempatkan waktu deh buat nyariin baju yang cocok buat elo!"

            Alhamdulillah sedikit demi sedikit uang buat kuliah bisa kuatasi tanpa perlu merepotkan ibu. Asal halal dan barokah, tidak perlu malu selama tidak mencuri atau merugikan orang lain, itu prinsipku. Ibu selalu menasihatiku agar tidak silau dengan harta benda yang bukan milik kita.

            "Kita memang miskin, tapi jangan sekali-kali kamu jual harga dirimu," kata-kata Ibu selalu terngiang-ngiang di telingaku.

            Waktu senggang kuhabiskan di perpustakaan atau di toko buku. Kuliah, belajar, berburu baju bekas, permak baju, jual baju, jasa ketik, kadang buruh cuci piring di warung makan adalah siklus hidupku sehari-hari.

            Kadang lelah menyergapku. Namun, lelahku hilang saat teringat ibu yang menjahit siang malam demi mengumpulkan rupiah untuk bertahan hidup. Ah...mataku memanas saat membayangkan tangan keriputnya memotong dan menjahit kain. Mata tuanya saat memasukkan benang ke dalam jarum jahit. Tungkai lemahnya yang menahan kaki agar mesin jahit tetap bergerak mengikuti tangan dan pola jahitan. Kerinduan pun menyeruak, memandang fotomu menjadi penawar bagi rinduku padamu.

     "Ya Allah, berikan kesehatan pada Ibuku. Lindungilah beliau, besarkan hatinya dan berilah kesempatan padaku untuk membuatnya bahagia," doa yang senantiasa kupanjatkan. Bulir-bulir bening mengalir deras dari pelupuk mataku seperti mata air yang tak pernah kering.    Ibu...masih panjang jalan yang harus kutempuh. Aku pun tertidur dalam tangis dan kerinduan.

Sebuah amplop merah jambu terselip di tasku. Buat Upik tertulis di amplop bagian depan. Kubalik tidak kutemukan tulisan apa pun. Kucoba menerka tulisan tangan siapa tetapi takkutemukan bayangan tentang dia. Kubuka pelan-pelan amplop surat merah jambu itu, degup jantungku makin kencang.

Semarang, 22 November 1998

Buat Upik

 Assalamualaikum Wr.Wb.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun