Bagaimana dengan orang-orang yang masuk neraka?"
"Mereka adalah orang yang tersesat saat melakukan perjalanan itu. Karena tersesat makanya mereka tidak berhasil sampai ke tujuan."
Kembali saya merenung dan mencerna omongan temen saya ini. Ada satu hal yang sering membuat perasaan saya mengganjal. Sejak pertama kali mengenalnya, Yoyo gak pernah mau mengatakan apa agamanya. Kalo saya desak, dia cuma tersenyum tanpa berusaha menjawab.
"Apa lo harus tau agama gue dulu baru lo percaya? Apa bedanya kalo gue ini Islam, Kristen, Budha atau atheis?" Akhirnya Yoyo menjawab ketika saya terus mendesaknya..
"Jadi menurut lo semua agama itu sama?" serang saya lagi.
"Gak ada agama yang sama di dunia ini, Mas Bud. Ketika orang mengatakan bahwa semua agama itu sama, maksudnya adalah semua agama, tanpa kecuali, semuanya mengajarkan kebaikan. Tapi orang yang malas berpikir biasanya sering mengartikannya secara harfiah."
Saya terdiam lagi. Yoyo ini umurnya masih di bawah saya tapi pemahamannya tentang hidup, pengetahuan spiritual dan alam semesta bukan main dalamnya. Saya selalu kagum sama ucapan-ucapannya.
"Okay, Mas Bud. Kita latihan lagi, yuk?" Yoyo tersenyum bijaksana.
Kami pun mulai latihan lagi. Sepertinya guru yoga ini mengetahui bahwa saya kurang percaya pada beberapa bagian omongannya. Tapi satu hal yang sangat saya percaya dari sekian banyak ucapan Yoyo, yaitu; hakikat hidup itu bergerak. Apalagi ditunjang dengan kalimat:
'Kalo sakit, kita sulit bergerak. Kalo kurang bergerak, kita sakit.'
Dalem banget ya?