Mohon tunggu...
Budiman Hakim
Budiman Hakim Mohon Tunggu... Administrasi - Begitulah kira-kira

When haters attack you in social media, ignore them! ignorance is more hurt than response.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Fadli Zon, Si Anak Pintar

27 April 2017   15:57 Diperbarui: 28 April 2017   03:00 3577
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

“Nanti setelah acara, saya ijinkan para guru sebagai peninjau untuk berbicara. Sekarang semua diam atau keluar dari ruangan ini!” bentak saya dengan suara menggelegar.

Akhirnya semua diam. Ibu guru itu nampak sangat terpukul dengan sikap saya. Tapi saya gak peduli, saya terlalu jatuh cinta pada anak SMA yang bernama Fadli Zon ini. Anak yang pintar sangat sulit ditemukan. Dan saya bahagia sekali bisa bertemu dengannya. Tidak setiap hari kita bisa menemukan anak pintar seperti itu kan?

Setelah acara selesai, sesuai janji saya, giliran para guru saya persilakan untuk berbicara. Mereka mengomentari acara diskusi sastra yang saya komandani. Satu persatu mereka menyampaikan kesan dan pesannya. Sampai akhirnya tibalah giliran ibu guru resek yang selalu meminta untuk berkomentar.

Mengetahui bahwa kini dia punya kesempatan untuk menyampaikan uneg-unegnya, Sang Ibu tidak terlalu terburu-buru untuk berbicara. Dengan langkah perlahan, dia mengambil mike dan berbicara dengan suara bergetar karena dilanda amarah.

“Terima kasih atas kesempatan berbicara yang diberikan oleh Pak Budiman Hakim. Saya cuma ingin mengatakan bahwa saya setuju bahwa yang namanya Fadli Zon ini pintar. Tapi attitudenya sangat tidak baik. Dia telah menghina murid kami seakan murid-murid kami adalah murid yang bodoh. Saya bersyukur sekali bahwa dia bukan murid saya.”

Saya terdiam mendengar ocehan ibu guru ini.

“Orang pintar itu banyak, tapi orang pintar dengan attitude yang baik itu sangat langka. Dan saya tidak bisa membayangkan apa jadinya kalau anak ini menjadi pejabat negara. Apa jadinya negara kita nanti,” kata ibu guru itu lagi.

Ibu itu terus berkicau tentang attitude dan saya tidak berusaha menyelaknya sampai akhirnya dia selesai juga.

“Terima kasih Ibu. Yak silakan guru selanjutnya.” Habis berkata begitu, saya melirik ke arah Fadli, tapi tampaknya dia tidak peduli dengan omongan para guru. Bahkan semua peserta pun keliatannya sibuk sendiri berbisik-bisik entah ngomongin tentang apa.

Selesai acara Diskusi Sastra, semua peserta berkumpul di halaman Kementrian untuk berfoto bersama. Selesai berfoto, Fadli menghampiri saya dan berkata, “Mas Bud, boleh gak kita foto berdua?”

“Ya boleh, dong!” sahut saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun