SDD memang tokoh idola saya. Beliau adalah seorang Begawan kata. Di tangannya, sebuah kata tanpa makna, ketika dia torehkan dalam tulisan tiba-tiba bisa menjelma menjadi sebuah mantra yang akan membius pembacanya.
Hidup itu penuh dengan simbol-simbol. Semakin luas dan dalam pengetahuan tentang hidup, semakin meningkat kemampuan kita dalam membaca simbol. Hal ini penting karena selanjutnya kita akan lebih siap menghadapi, menerima dan menyiasati apa yang akan terjadi selanjutnya.
Begitu indahnya puisi Begawan Kata ini. Saya baca lagi puisi itu berulang-ulang. Saya pelajari simbol-simbol yang terdapat dalam puisi tersebut. Di bait terakhir, Sapardi Djoko Damono ini mengingatkan Pepeng bahwa semua manusia tanpa kecuali akan menghadap Yang Satu.
Kasihan Pepeng. Dia harus pergi sebelum bukunya diterbitkan. Dan entah apa yang terjadi, setelah kematiannya, buku Pepeng ikut terbengkalai. Saya kurang mengerti apa yang terjadi. Teman-teman berusaha mendorong semangat isteri Pepeng, Tami, untuk terus berjuang. Pepeng ingin sekali menerbitkan bukunya. Jadi apapun yang terjadi buku Pepeng harus terbit.
Dan Alhamdulillah! Penantian lebih dari setahun pun akhirnya membuahkan hasil. Buku Pepeng akhirnya terbit dan tanggal 15 Agustus nanti sudah nangkring di rak-rak buku Gramedia di seluruh Indonesia. Yang merasa teman-temannya Pepeng, tolong share berita gembira ini. Yuk kita beli bukunya! Pepeng mungkin sudah pergi tapi melalui bukunya kita sedikit banyak masih bisa berkomunikasi.
Buat yang ingin mendengar musikalisasi puisi dari karya Sapardi ini, silakan klik:Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H