Aku kemudian mengangkat kedua tangan dengan telapak terbuka ke atas dan berkata dengan tenang, "Alex, kamu pasti tahu kalau aku tidak membunuhnya." Tapi Alex tidak mengiyakan perkataanku.
"Bagaimana kamu tahu dia bernama Alex? Aku tidak mau menuduhmu telah bersekongkol dengannya," tanya Cindy padaku.
"Aku ... aku tadi sempat mendengar John menyebut nama itu saat menelpon seseorang," jawabku sedikit gugup.
"Dan kamu yang disuruh Nick untuk mengambil minuman untuknya. Bisa jadi itu sudah kamu beri racun," sahut Alexis. Aku terkejut mendengar pernyataannya.
"Tidak! Bukan aku yang membuatnya. Ijo yang memberikan itu padaku." Aku membantahnya dengan tenang.
"Tapi bukankah kamu yang benci pada Nick, Cindy? Kamu juga kan yang mengatakan akan membunuhnya?" lanjutku sambil menoleh ke arah Cindy.
"Itu tidak benar!" jawab Cindy.
Aku memperhatikan Cindy. Dia yang sejak awal telah dituduh sebagai pembunuhnya masih saja cuek dan duduk santai sambil mengunyah permen karetnya.
Tapi Cindy pun tak mau kalah dengan Dolly dan Alexis. Gadis bertubuh paling montok itu pun turut menggoda Alex. Dia menyilangkan kaki kiri di atas paha kanannya. Aku melihat kedua tangannya memainkan ujung rambut yang dia julurkan ke depan menutupi belahan dadanya. Pandangan matanya menatap tajam pada Alex.
Dia kemudian tersenyum sinis sambil berkata, "Percayalah padaku, Detektif Alex. Alexis telah berbohong padamu!"
Kembali suasana menjadi hening. Aku dan ke tiga temanku telah membuka suara dan saling melempar tuduhan. Semua mata kemudian tertuju pada Alex yang pada saat itu sedang menulis sesuatu. Setelah itu Alex memperhatikan kami satu per satu. Kami masih diam dan menantikan pertanyaan lanjutan dari Alex.