"Detektif ...? Kamu detektifkan? Apa tidak ada pertanyaan lain selain itu? Bagaimana kamu bisa mengungkap tabir misteri pembunuhan dengan cara seperti ini?" Asap tipis pun keluar dari bibir merahnya mengiringi pertanyaannya itu.
"Ee ... untuk sementara ini ... tidak ada! Kalian ... jawab saja pertanyaanku tadi," jawab Alex.
Aku melihat Alex berkali-kali dia mengusap keningnya. Apakah Alex akan berhasil mencapai tujuannya? Dia semakin gugup. Apalagi saat Alex melihat ke arah Dolly.
Pandangan mataku pun segera beralih pada Dolly yang saat itu sedang mengangkat kaki kanannya dan menumpangkan pada paha kirinya. Sementara tubuh Dolly sedikit condong ke kiri sambil menoleh ke arah Alexis.
"Menurutku ... Alexislah pembunuhnya! Dia yang telah membunuh Nick!" kata Dolly pelan sambil menghembuskan kembali asap rokoknya.
Aku kemudian melihat Dolly memainkan batang rokok itu di jari-jemari tangan kanannya. Setelah itu aku menoleh pada Alexis, gadis berambut coklat dan berkulit bersih itu tampak terkejut mendapat tuduhan dari Dolly.
Sesaat kemudian Alexis merapatkan kedua kaki dan menegakkan tubuhnya sambil menatap ke arah Dolly sejenak. Lalu dia berpaling kearah Alex sambil meneguk anggur merah dari tangan kirinya.
"Bukan aku! Tapi Cindylah pembunuhnya!" bantah Alexis dengan tegas.
Alex tahu kalau mereka bukanlah pembunuhnya tapi rencananya harus tetap berjalan. Sebentar kemudian aku merasakan suasana Rumah Atlanta menjadi hening kembali.
Aku segera melempar pandangan ke arah Cindy. Tetapi dia tetap diam dan terlihat tenang saja. Aku tunggu beberapa saat, dia belum juga memberikan reaksi apapun atas tuduhan itu. Aku akui Cindy adalah cewek paling cuek di antara kami.
Aku juga harus memberikan jawaban atas pertanyaan Alex tadi supaya ke tiga temanku tidak curiga. Aku adalah gadis seksi paling kecil dan paling cantik di antara mereka. Sembari duduk, aku mendorongkan tubuhku sendiri ke depan. Kakiku jinjit sedikit terbuka tetapi paha tetap merapat.