Mohon tunggu...
Masbom
Masbom Mohon Tunggu... Buruh - Suka cerita horor

Menulis tidaklah mudah tetapi bisa dimulai dengan bahasa yang sederhana

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Allena dan Anggur Merah (5)

8 Juni 2023   19:31 Diperbarui: 15 Juni 2023   13:04 339
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen pribadi. Dibuat dengan Canva

Alex bermaksud membunuh John saudaranya sendiri untuk menguasai harta warisan peninggalan ayahnya. Dia minta bantuan Allena salah satu penghuni Rumah Atlanta, rumah kontrakan milik John. Tapi semua rencananya berantakan.
Apa yang terjadi dengan Allena kemudian?

***

Part sebelumnya [klik di sini]

Part 5. Detektif Alex

Tak lama kemudian John masuk ke dalam bersama Alex. Aroma anggur merah dan wisky yang menusuk hidung serta hentakan musik rock'n roll menyambut kedatangan Alex.

"Ayo masuk! Mereka berempat sudah menunggu untuk kamu interogasi,"kata John ketika Alex berhenti melangkah setelah melewati pintu.

Saat itu aku melihat gestur tubuh Alex yang menunjukkan dia merasa tidak nyaman dengan keadaan di sini. Apalagi ke tiga temanku pun menyambutnya dan menggoda dengan sapaan genit. Maklumlah mereka tidak bisa diam melihat barang bagus di depan mata. Begitu juga dengan aku, meski aku sudah tahu rencana Alex.

Alex benar-benar dibuat canggung oleh ke tiga temanku. Pose dan pakaian yang mereka kenakan membuat Alex tak bisa berkedip meski sesekali aku melihat dia mengalihkan pandangannya ke tempat lain. Sehingga tampak sekali kalau Alex salah tingkah di depan mereka.

Aku jadi teringat perkataan Alex sore tadi kalau kelemahan dia ada saat di hadapan seorang wanita. Apalagi ini ada empat wanita, mulus dan seksi lagi. Dalam hati aku hanya bisa tertawa melihat kejadian itu.

Andai aku bisa mendengar suara jantung dan napas Alex, pastilah berdegup dengan keras dengan napas memburu. Andai aku juga bisa melihat angannya, pastilah sudah travelling hingga menembus batas tujuh lapis atmosfer bumi. Dan darah muda itu pastilah bergejolak saat satu per satu teman-temanku menyebutkan nama. Aku pun jadi ragu apakah Alex bisa menginterogasi kami untuk merampungkan rencananya. Aku segera mematikan musik agar perhatian Alex dapat fokus untuk mengatasi masalah ini.

"John ... ee ... tidak bisa sekarang! Aku ... aku butuh waktu lagi untuk observasi keadaan di sini. Aku ... aku akan kembali lagi nanti sebelum tengah hari. Sekarang aku butuh kamar untuk istirahat." Aku mendengar perkataan Alex pada John.

"Wadhuh! Bagaimana ini? Kalau tidak segera diketahui pembunuhnya, Rumah Atlanta ini pasti akan di beri pita kuning oleh polisi dan ke empat gadisku ini bisa di tahan sementara," gerutu John.

Benar juga dugaanku. Alex telah gagal fokus dengan teman-temanku dan akan pergi meninggalkan Rumah Atlanta.

"Kenapa kamu pergi lagi? Apa rencanamu selanjutnya?" tanyaku pada Alex saat dia melangkah pergi melewatiku.

"Aku harus berpikir keras untuk melawan kelemahanku sendiri agar dapat mencapai tujuanku. Nanti aku akan kembali lagi," jawab Alex setengah berbisik.

***

Sebelum tengah hari aku mendapati Alex bersama John kembali lagi ke Rumah Atlanta sesuai dengan janjinya. Melihat sikap Alex, aku yakin dia sudah siap untuk rencana berikutnya. Dan menginterogasi aku dan teman-temanku menjadi bagian dari rencananya. Tetapi apa yang terjadi? Ke tiga temanku menyambut kedatangan Alex dengan lebih hebat lagi. Sehingga benar apa kata orang jika penghuni neraka kebanyakan adalah kaum hawa.

Aku memperhatikan Alex yang sedang mencoba menenangkan dirinya sendiri. Alex kemudian menyuruh aku dan ke tiga temanku untuk duduk di sofa berhadapan dengannya. Dia mengeluarkan secarik kertas dan pensil. Aku tersenyum saja melihatnya saat Alex melirik sebentar ke arahku.

Sepertinya Alex telah membuat banyak pertanyaan untuk melakukan interogasi ini. Tapi sekali lagi desah suara dan gerakan tubuh teman-temanku yang bercampur dengan aroma minuman beralkohol itu membuyarkan konsentrasi Alex. Buktinya, dia terdiam cukup lama dan hanya satu saja pertanyaan yang meluncur dari mulutnya.

"Si ... siapa diantara kalian berempat yang membunuh pria itu?" tanya Alek gugup.

Ke tiga temanku diam dan hanya tersenyum sinis sambil memandang sebelah mata pada Alex. Suasana menjadi hening dan tegang. Tiba-tiba salah satu temanku, Dolly, si seksi berambut ikal dan berkulit agak gelap merespon pertama kali pertanyaan Alex sambil menghisap rokok putihnya.

"Detektif ...? Kamu detektifkan? Apa tidak ada pertanyaan lain selain itu? Bagaimana kamu bisa mengungkap tabir misteri pembunuhan dengan cara seperti ini?" Asap tipis pun keluar dari bibir merahnya mengiringi pertanyaannya itu.

"Ee ... untuk sementara ini ... tidak ada! Kalian ... jawab saja pertanyaanku tadi," jawab Alex.

Aku melihat Alex berkali-kali dia mengusap keningnya. Apakah Alex akan berhasil mencapai tujuannya? Dia semakin gugup. Apalagi saat Alex melihat ke arah Dolly.

Pandangan mataku pun segera beralih pada Dolly yang saat itu sedang mengangkat kaki kanannya dan menumpangkan pada paha kirinya. Sementara tubuh Dolly sedikit condong ke kiri sambil menoleh ke arah Alexis.

"Menurutku ... Alexislah pembunuhnya! Dia yang telah membunuh Nick!" kata Dolly pelan sambil menghembuskan kembali asap rokoknya.

Aku kemudian melihat Dolly memainkan batang rokok itu di jari-jemari tangan kanannya. Setelah itu aku menoleh pada Alexis, gadis berambut coklat dan berkulit bersih itu tampak terkejut mendapat tuduhan dari Dolly.

Sesaat kemudian Alexis merapatkan kedua kaki dan menegakkan tubuhnya sambil menatap ke arah Dolly sejenak. Lalu dia berpaling kearah Alex sambil meneguk anggur merah dari tangan kirinya.

"Bukan aku! Tapi Cindylah pembunuhnya!" bantah Alexis dengan tegas.

Alex tahu kalau mereka bukanlah pembunuhnya tapi rencananya harus tetap berjalan. Sebentar kemudian aku merasakan suasana Rumah Atlanta menjadi hening kembali.

Aku segera melempar pandangan ke arah Cindy. Tetapi dia tetap diam dan terlihat tenang saja. Aku tunggu beberapa saat, dia belum juga memberikan reaksi apapun atas tuduhan itu. Aku akui Cindy adalah cewek paling cuek di antara kami.

Aku juga harus memberikan jawaban atas pertanyaan Alex tadi supaya ke tiga temanku tidak curiga. Aku adalah gadis seksi paling kecil dan paling cantik di antara mereka. Sembari duduk, aku mendorongkan tubuhku sendiri ke depan. Kakiku jinjit sedikit terbuka tetapi paha tetap merapat.

Aku kemudian mengangkat kedua tangan dengan telapak terbuka ke atas dan berkata dengan tenang, "Alex, kamu pasti tahu kalau aku tidak membunuhnya." Tapi Alex tidak mengiyakan perkataanku.


"Bagaimana kamu tahu dia bernama Alex? Aku tidak mau menuduhmu telah bersekongkol dengannya," tanya Cindy padaku.

"Aku ... aku tadi sempat mendengar John menyebut nama itu saat menelpon seseorang," jawabku sedikit gugup.

"Dan kamu yang disuruh Nick untuk mengambil minuman untuknya. Bisa jadi itu sudah kamu beri racun," sahut Alexis. Aku terkejut mendengar pernyataannya.

"Tidak! Bukan aku yang membuatnya. Ijo yang memberikan itu padaku." Aku membantahnya dengan tenang.

"Tapi bukankah kamu yang benci pada Nick, Cindy? Kamu juga kan yang mengatakan akan membunuhnya?" lanjutku sambil menoleh ke arah Cindy.

"Itu tidak benar!" jawab Cindy.

Aku memperhatikan Cindy. Dia yang sejak awal telah dituduh sebagai pembunuhnya masih saja cuek dan duduk santai sambil mengunyah permen karetnya.

Tapi Cindy pun tak mau kalah dengan Dolly dan Alexis. Gadis bertubuh paling montok itu pun turut menggoda Alex. Dia menyilangkan kaki kiri di atas paha kanannya. Aku melihat kedua tangannya memainkan ujung rambut yang dia julurkan ke depan menutupi belahan dadanya. Pandangan matanya menatap tajam pada Alex.

Dia kemudian tersenyum sinis sambil berkata, "Percayalah padaku, Detektif Alex. Alexis telah berbohong padamu!"

Kembali suasana menjadi hening. Aku dan ke tiga temanku telah membuka suara dan saling melempar tuduhan. Semua mata kemudian tertuju pada Alex yang pada saat itu sedang menulis sesuatu. Setelah itu Alex memperhatikan kami satu per satu. Kami masih diam dan menantikan pertanyaan lanjutan dari Alex.

"Ada pertanyaan lain, Detektif Alex?" tanya Cindy kemudian.

"Ee ..., tidak! Hari telah menjelang malam. Cukup untuk hari ini," jawab Alex sambil menghela napas panjang.

Aku menduga Alex telah mendapatkan korbannya untuk menyelesaikan masalah ini. Namun, tiba-tiba aku melihat dia berdiri dan memilih beranjak pergi.

[Bersambung] [klik di sini]

~Masbom~

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun