Mohon tunggu...
Masbom
Masbom Mohon Tunggu... Buruh - Suka cerita horor

Menulis tidaklah mudah tetapi bisa dimulai dengan bahasa yang sederhana

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ran (Arwah Penasaran)

16 September 2019   21:10 Diperbarui: 16 September 2019   21:44 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pixabay.com ; design by me (story art)

Akhirnya Aku berhasil menyingkap tabir kesedihan dan kisah cinta romantis Ran dengan Mbah Kakung dulu. Arwah Ran meminta bonekanya dikembalikan ke tempat dahulu ketika dia sering bertemu dengan Mbah Kakung. Di bawah pohon besar di sebuah padang ilalang di kota kelahiran Mbah Kakung dulu. Itu semua sebagai simbol bahwa Ran juga mencintai Mbah Kakung. Dia ingin terbebas dan akan menemui Mbah Kakung untuk menyelesaikan urusannya.

Beberapa hari kemudian Aku pulang kembali ke kota kelahiran Mbah Kakungku dengan membawa boneka gadis Jepang itu. Tetapi Aku kebingungan ke mana harus mencari tempat itu.

"Kejadian itu sudah berpuluh tahun yang lalu. Masih adakah pohon besar di padang ilalang itu di kota kelahiran Mbah Kakung ini?" tanyaku dalam hati.

Tetapi seperti ada yang menuntun langkahku, Aku berjalan pulang kembali ke rumah Mbah Kakung dahulu. Tetapi rumah itu sudah tidak  berpenghuni. Sepertinya sudah bertahun-tahun ditinggalkan oleh pemiliknya. Dengan membawa kotak kayu berisi boneka di dalam tas ransel, tanpa sadar Aku telah berjalan sendiri menuju gudang di belakang rumah. Sebuah bangunan tua dari kayu yang sudah tidak terawat lagi. Banyak terdapat tumbuhan ilalang di sekitarnya dan sebuah sumur tua di samping gudang yang sudah tidak dipakai lagi. Warna cat pada bangunan itupun sudah memudar bahkan banyak yang sudah mengelupas.

"Untuk apa aku menuju gudang tua ini?" kataku dalam hati.

Ketika Aku tiba di depan pintu gudang tiba-tiba hembusan angin dingin menerpa belakang tubuhku. Dan tanpa sadar tanganku bergerak sendiri mendorong pintu gudang yang memang tidak pernah terkunci. Gudang itu benar-benar sudah tidak terawat seperti halnya bangunan rumah utama. Debu tebal dan banyak terdapat sarang laba-laba. Cahaya matahari masuk melalui sebuah genting kaca kecil yang sudah buram.

"Sepeda itu ...." Terdengar bisikan suara lembut tapi berat di telingaku. Berulang kali bisikan itu terdengar dan Aku tak kuasa menahan kakiku yang tiba-tiba melangkah masuk ke dalam gudang dan mengambil sepeda onthel tua milik Mbah Kakung dulu.

"Aku ... aku tidak bisa mengendalikan tubuhku. Apa yang sebenarnya terjadi? Apakah arwah Ran yang melakukan semua ini?" tanyaku dalam hati. Aku mulai merasakan merinding di sekujur tubuhku.

"Bawa aku ke tempat itu." Kembali terdengar suara itu berbisik di telingaku.

"Aku ... aku tidak tahu tempatnya," kataku. Tetapi Aku seperti tersugesti kembali dan segera menaiki sepeda tua Mbah Kakung.

"Ke mana lagi aku akan mencari tempat itu? Tetapi kakiku sepertinya ingin mengayuh sendiri sepeda ini." Tiba-tiba Aku merasakan sesuatu menduduki belakang sepeda tua itu dan kakiku terasa agak berat untuk mengayuh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun