Mengulik kosakata bahasa Indonesia memang menarik. Sudah berpuluh tahun kita menggunakan bahasa Indonesia, tetapi nyatanya kita masih sering kebingungan menentukan mana kata baku dan tidak baku.
Baru-baru ini rekan dan senior saya dalam kepenulisan mengirimkan sebuah draf. Artikel yang sangat menawan tentang sosok inspiratif. Tunggu saja penayangannya di akun beliau di Kompasiana.
Dengan segala kerendahan hati, beliau meminta saya memeriksa draf naskah tersebut. Saya yang bukan siapa-siapa ini pun dengan senang hati membantu sesuai kemampuan saya.
Orang tua atau orangtua?
Kala menyisir naskah indah tersebut, saya menemukan penulisan kata orangtua. Hmm...mana penulisan yang tepat: orang tua atau orangtua?
Saya pun pernah mengalami kebingungan ini beberapa waktu lalu. Kala itu saya segera memeriksa Kamus Besar Bahasa Indonesia V edisi daring. Berikut hasil pencarian saya:
1) ayah ibu kandung;Â
2 (orang tua) orang yang dianggap tua (cerdik pandai, ahli, dan sebagainya); orang-orang yang dihormati (disegani) di kampung; tetua.
Dalam penggunaan yang tepat, kata orang tua  selalu ditulis terpisah. Tidak tepat menulis kata orangtua serangkai.Â
Contoh penggunaan:
Agar kita lebih merasa yakin, saya tampilkan sumber yang kita akui sebagai rujukan tepercaya (bukan terpercaya dengan r, ya!): Harian Kompas.
Konteks artikel tersebut merujuk makna orang tua sebagai ayah ibu kandung anak-anak sekolah.
Bagaimana dengan makna orang tua sebagai orang yang disegani atau sebagai orang yang memang sudah berusia tua? Mari kita simak pemberitaan Kompas.com berikut:
Meskipun berbeda makna, toh penulisan orang tua tetap dipisah. Jadi, penggunaan kata orang tua harus selalu ditulis terpisah. Apa pun maknanya.
Perkenankan saya mengutip penjelasan Holy Adib berikut ini:
"Orang tua adalah kata majemuk yang tergolong nomina majemuk. Kata majemuk dalam bahasa Indonesia ditulis terpisah kecuali bentuk-bentuk terikat, misalnya pascapanen, antarkota, dan prasejarah; dan kata yang sudah dianggap padu ditulis serangkai, seperti matahari, saputangan, dan kacamata. Kata orang tua tidak termasuk dalam kedua kelompok itu."
Dalam lema yang sama, yakni lema orang, tersua pula orang utan. Lho, bukannya orangutan ditulis serangkai? Eits, nanti dulu, bro dan sis! Dalam bahasa Inggris, benar bahwa kata yang dipakai untuk spesies bergenus ilmiah Pongo ini adalah orangutan.
Kamus Oxford memuat penjelasan berikut:
Kompas cetak pun bingung menulis orangutan atau orang utan
Menariknya, penelusuran saya menunjukkan, Kompas cetak pun mengalami kebingungan ketika menulis kata orangutan atau orang utan. Coba tengok tangkapan layar (screenshot) berikut:
Sementara dalam artikel kedua, jelas-jelas Kompas memakai kata orang utan. Nah, wartawan dan editor Kompas saja bingung, apalagi kita, warga biasa! Hehehe.
Mengapa Kompas menggunakan (entah sengaja atau tidak) kata orangutan alih-alih orang utan? Pada hemat saya, kemungkinan besar ada dua alasan:
Pertama, seperti ditulis Holy Adib, sebagian media massa di Indonesia menggabungkan penulisan orang utan menjadi orangutan karena terpengaruh penulisan orang utan dalam bahasa Inggris.Â
Kedua, mungkin Kompas memilih orangutan sebagai cara penulisan selingkung. Kita tahu, setiap media (dan lembaga) lazimnya memiliki kesepakatan bersama dalam berbahasa. Bisa jadi, Kompas akhirnya memilih orangutan sebagai penulisan orang utan dalam lingkup selingkung.
Hmm, sebagian pemerhati bahasa kiranya tidak selalu sepakat dengan penulisan orangutan yang keminggris ini. Laman Wikipedia Indonesia, misalnya.Â
Menurut saya, Wikipedia Indonesia konsisten mengacu KBBI. Hal ini tampak dalam penjelasan dalam situs Wikipedia Indonesia mengenai orang utan:
Mari cintai orang tua dan orang utan
Penutup artikel ambyar yang ditulis penulis gaje (ga jelas) ini mungkin terdengar lucu.Â
Mari cintai "orang tua" dan "orang utan"!
Mencintai orang tua jelas mulia. Demikian pula mencintai orang utan dengan menjaga kelestarian alam.
Makna tersirat ajakan saya di atas adalah bahwa kita sebaiknya mencintai bentuk penulisan baku menurut KBBI: orang tua dan orang utan.
Maaf, Kompas, soal orang utan yang ditulis keminggris (orangutan), saya tidak sepakat denganmu. Boleh, kan? Toh, aku tetap membacamu, kok.
Sebagai pesan penutup, pada Hari Cinta Puspa dan Satwa dan Nasional 5 November ini, saya sajikan infografis menarik dari artikel Kompas ini (sila klik untuk membaca artikel lengkap).
Pemerintah harus lebih tegas menindak perusahaan tambang, kayu, dan sawit yang secara serampangan merusak hutan habitat orang utan. Semoga!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H