Kesimpulan studi ini adalah bahwa peningkatan kecil dalam paparan jangka panjang PM2.5 mengarah ke peningkatan besar dalam tingkat kematian akibat COVID-19. Â
Hasil studi menggarisbawahi pentingnya melanjutkan penegakan peraturan polusi udara yang ada untuk melindungi kesehatan manusia baik selama dan setelah krisis COVID-19.Â
Apa itu PM 2,5?
Untuk memahami makna penelitian di atas, kita perlu memahami lebih dahulu apa itu PM 2,5. Laman resmi Departement of Health New York mendefinisikan PM 2,5 sebagai "particle matter" atau partikel yang lebarnya dua setengah mikron atau kurang.Â
1 cm sepadan dengan 1.000 mikron. Lebar partikel terbesar dalam ukuran PM2.5 adalah sekitar tiga puluh kali lebih kecil dari rambut manusia.Â
Simbol resmi PM 2,5 adalah PM-2.5.Â
Sementara itu, sumber PM-2.5 ada beragam: polusi partikel yang ada di semua jenis pembakaran, termasuk gas buang kendaraan bermotor, pembangkit listrik, pembakaran kayu di perapian rumah tangga, kebakaran hutan, pembakaran untuk membuka ladang pertanian dan beberapa proses industri.Â
Partikel PM-2.5 hanya dapat dilihat dengan mikroskop elektron dan sebagian besar partikel yang lebih kecil dapat masuk ke paru-paru dan menyebabkan potensi masalah kesehatan yang serius.
Partikel dalam kisaran ukuran PM2.5 dapat menyebabkan efek kesehatan jangka pendek seperti iritasi mata, hidung, tenggorokan dan paru-paru, batuk, bersin, pilek, dan sesak napas. Paparan partikel halus juga dapat mempengaruhi fungsi paru-paru dan memperburuk kondisi medis seperti asma dan penyakit jantung.
Tingginya angka (kematian) pasien korona DKI Jakarta
Menurut pantauan situs corona.jakarta.id sampai 15 April 2020, jumlah pasien positif korona nasional adalah sebagai berikut: