Mohon tunggu...
Ruang Berbagi
Ruang Berbagi Mohon Tunggu... Dosen - 🌱

Menulis untuk berbagi pada yang memerlukan. Bersyukur atas dua juta tayangan di Kompasiana karena sahabat semua :)

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Tingginya Jumlah (Kematian) Pasien Korona Jakarta "Dijelaskan" Riset Polusi Udara Harvard

16 April 2020   05:13 Diperbarui: 16 April 2020   05:37 1711
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi polusi udara DKI - kompas.com/Kristiyanto Purnomo

Kedua perbandingan di atas menunjukkan, angka kematian akibat korona di DKI Jakarta memang sedikit lebih tinggi (antara 0,92 sampai 1,76%) dibanding tingkat nasional.

Sekadar mengulangi, jumlah kasus positif korona DKI Jakarta adalah 2.447 dari 5.136 kasus positif korona nasional. Persentasenya adalah 47,64 persen.

Memang benar, DKI Jakarta adalah kawasan padat dengan mobilitas warga dan akses penerbangan internasional yang tinggi. Aneka faktor itu turut menyumbang sebagai faktor penyebab banyaknya kasus korona yang mengakibatkan kematian di ibu kota.

Akan tetapi, DKI Jakarta juga adalah kawasan dengan tingkat polusi yang tinggi. Pada Rabu (3/7/2019) pukul 10.46 WIB, indeks kualitas udara Jakarta pernah mencapai 159 AQI (Air Quality Index). Angka ini waktu itu termasuk jajaran kota dengan polusi udara tertinggi di dunia.

Data situs iqair.com, dari 2017 hingga 2018, konsentrasi PM2.5 tahunan rata-rata DKI Jakarta  meningkat lebih dari 50%, dari 29,7 mikron g / m menjadi 45,3 mikron g / m. Pada Agustus, tahun 2019 berada di jalur untuk memenuhi atau melampaui tinggi 2018.

Sementara setelah terjadinya PSBB cegah korona, berdasarkan catatan Kompas.com, pada Senin (7/4/2020) pukul 14.30 WIB, Air Quality Index (AQI) untuk wilayah DKI Jakarta masuk kategori sedang, yakni berada di angka 54. 

Artikel ilmiah populer dalam laman Focus.it menyatakan, menghirup partikel-partikel halus (PM-2.5) dapat "membakar" dan merusak lapisan bersilia yang melindungi saluran pernapasan dan membuatnya lebih rentan terhadap infeksi paru-paru dan penyakit pernapasan kronis.

Pada hemat penulis, tingginya jumlah (kematian) pasien korona di DKI Jakarta memang dapat "dijelaskan" oleh hasil penelitian Harvard University.

Sangat logis bahwa saluran pernapasan orang yang tinggal di kota dengan tingkat polusi tinggi partikel PM-2.5 seperti DKI Jakarta menjadi lebih rentan terjangkit penyakit pernapasan kronis. 

Kehadiran virus korona Covid-19 semakin memperparah kondisi orang yang sistem perlindungan pernapasannya sudah rentan akibat polusi udara. Ujung-ujungnya, risiko kematian meningkat.

Tentu saja, asumsi ini masih bersifat sangat umum dan perlu pembuktian lebih lanjut oleh para ahli kesehatan dan lingkungan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun