Mohon tunggu...
Bintang Zefanya
Bintang Zefanya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Pemerintahan Universitas Padjadjaran

Mahasiswa yang memiliki ketertarikan khusus pada isu-isu pemerintahan, pemilu, dan politik. Terus belajar dan berbagi perspektif tentang dinamika.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Tambal Sulam Kementerian, Pemerintah Kehilangan Efisiensi: Risiko Kabinet Gemuk Prabowo

18 Oktober 2024   18:05 Diperbarui: 19 Oktober 2024   13:28 559
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: BBC News Indonesia

Rencana kabinet ini juga menimbulkan kekhawatiran terkait waktu adaptasi yang dibutuhkan oleh kementerian baru. Pengalaman dari pemisahan dan penggabungan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi menunjukkan bahwa perubahan nomenklatur menyebabkan kementerian tersebut memakan waktu dua tahun untuk konsolidasi, menghambat fungsi pelayanan publik.

Bivitri Susanti dari Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera menegaskan bahwa penambahan jumlah kementerian akan memperbesar risiko munculnya menteri-menteri yang tidak dipilih karena kompetensi, melainkan kepentingan politik.

Kebijakan yang dihasilkan bisa jadi malah salah sasaran, sebab keputusan politik mengalahkan pertimbangan profesional. Idealnya, rekam jejak dan kompetensi seharusnya menjadi dasar dalam memilih menteri, namun dalam praktiknya, kecenderungan ini sering kali diabaikan, sebagaimana terlihat dalam formasi kabinet-kabinet sebelumnya.

Lebih jauh lagi, kabinet yang diperbesar berpotensi memperlambat koordinasi antar kementerian dan implementasi kebijakan di lapangan. Ego sektoral yang melekat pada setiap kementerian dapat menghambat dan membuat setiap kementerian lebih mementingkan bidangnya sendiri daripada keberhasilan program nasional secara menyeluruh.

Ini telah dibuktikan dengan tumpang tindih kebijakan di berbagai kementerian yang menangani isu-isu tertentu seperti Papua, dengan beragam program terkait pendidikan, kesehatan, dan perempuan, sebagaimana dikhawatirkan oleh Aisah Putri Budiatri dari Pusat Riset Politik BRIN.

Resiko lain seperti gangguan terhadap efektivitas birokrasi, terutama di daerah yang sudah berjuang dengan masalah efisiensi, seperti Papua. Dengan struktur kementerian yang semakin kompleks, koordinasi dan implementasi kebijakan di tingkat daerah akan semakin sulit. Kemudian, terjadi politisasi birokrasi dengan masuknya individu-individu yang berafiliasi dengan partai politik ke dalam posisi-posisi strategis. Kondisi ini dapat mengancam netralitas dan profesionalitas aparatur sipil negara (ASN).

Tidak hanya berdampak pada efektivitas pemerintahan, pembentukan kementerian baru juga akan membebani anggaran negara. Bivitri mencatat bahwa mendirikan satu kementerian baru membutuhkan sumber daya besar, mulai untuk pengadaan gedung, membutuhkan staf ahli, fasilitas-fasilitas pejabat, hingga gaji pegawai administratif, yang prosesnya dapat memakan waktu hingga dua tahun.

Dengan bertambahnya kementerian, akan ada peningkatan jumlah ASN tanpa jaminan peningkatan kinerja atau efisiensi, sehingga membebani keuangan negara. Biaya yang dikeluarkan tidak hanya untuk memulai operasional kementerian tersebut, namun juga untuk mempertahankan infrastruktur birokrasi yang akan menggelembung.

Rekomendasi Arah Kebijakan

Berdasarkan analisis dan pandangan para ahli, disimpulkan bahwa penambahan jumlah kementerian bukanlah solusi optimal untuk meningkatkan efektivitas pemerintahan. Sebaliknya, restrukturisasi dan rasionalisasi kementerian yang ada merupakan langkah yang lebih bijaksana.

Dedi Kurnia Syah (Direktur Eksekutif IPO) menyarankan untuk memperkuat peran kantor dinas di tingkat provinsi dalam mengimplementasikan kebijakan, sementara Castro (Herdiansyah Hamzah) mengusulkan penghapusan kementerian koordinator untuk memangkas birokrasi dan memperlancar koordinasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun