Mohon tunggu...
Bintang Zefanya
Bintang Zefanya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Pemerintahan Universitas Padjadjaran

Mahasiswa yang emiliki ketertarikan khusus pada isu-isu pemerintahan, pemilu, dan politik. Terus belajar dan berbagi perspektif tentang dinamika.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Tambal Sulam Kementerian, Pemerintah Kehilangan Efisiensi: Risiko Kabinet Gemuk Prabowo

18 Oktober 2024   18:05 Diperbarui: 18 Oktober 2024   18:40 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: BBC News Indonesia

KABINET baru bersanding dengan jumlah kementerian baru. Presiden terpilih, Prabowo Subianto, diperkirakan membentuk kabinet yang lebih besar dengan peningkatan jumlah kementerian dari 34 menjadi 44. Langkah ini diambil untuk memastikan bahwa semua partai pendukung mendapatkan representasi yang sama dalam pembagian posisi di pemerintahan dan menepati janji kampanye yang terdapat pada delapan misi Asta Cita yang ditetapkannya.

Menariknya, Badan Legislatif (Baleg) DPR meloloskan revisi UU No. 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara ke Rapat Paripurna meskipun tidak termasuk ke dalam Prolegnas 2020-2024. RUU ini memberikan kekuasaan eksekutif yang luas, memungkinkan pembentukan kementerian baru (Pasal 6A), dan penghapusan batasan jumlah kementerian (Pasal 15) yang berpotensi menimbulkan pembengkakan birokrasi.

Urgensi dan Trasparansi dalam Proses Legislasi

Keputusan ini terkesan terburu-buru dan mengabaikan prinsip transparansi serta partisipasi publik dalam proses legislasi. Hal inilah yang mengundang pertanyaan publik terhadap urgensitas dari perubahan undang-undang tersebut.

Apakah tujuan utamanya memang sesuai dengan kebutuhan publik atau hanya untuk mengakomodir pihak-pihak tertentu untuk mendapat jabatan?

Sementara data dari Gatekeeper Radio Suara Surabaya menunjukkan skeptisisme publik terhadap efektivitas penambahan jumlah menteri. Karena memang seharusnya jika ingin melakukan perubahan undang-undang harus melalui kajian komprehensif atas kebutuhan publik, baru dibentuklah lembaga atau jumlah kementerian sesua kebutuhan tersebut, bukan sebaliknya.

Pada dasarnya, efektivitas pemerintahan bukan hanya soal jumlah kementerian, melainkan bagaimana kementerian tersebut dikelola dan diisi dengan orang-orang yang kompeten.

Pemborosan Birokrasi atau Kebutuhan Struktural?

Castro sebagai pengajar Hukum Tata Negara Universitas Mulawarman turut menentang perubahan ini karena menurut dia jumlah kementerian 34 atas aturan sebelumnya saja sudah terlalu banyak dan tidak efektif. Bagi Castro, terdapat over coalition yang harus diakomodasi oleh Prabowo, sehinggga satu-satunya jalan adalah menambah jumlah kementerian. 

Jika memang diperlukan sekali untuk ditambahkan, berapa jumlah yang tepat? Sektor-sektor apa yang belum tertangani secara optimal? Kementerian apa saja yang masih kurang secara performanya?

Presiden Joko Widodo sendiri seperti biasa tidak berkomentar banyak, karena hal tersebut merupakan hak prerogatif presiden terpilih yang sudah diberi amanah oleh publik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun