Rumah tangga yang seperti ini bisa dikatakan memiliki pondasi yang rapuh. Sehingga ketika ada badai atau guncangan sedikit saja, langsung ambruk dan hancur.Â
Kepribadian dan karakter seseorang juga bisa dinilai dari kemauan dan kemampuannya memegang komitmen.Â
Kalau dengan orang yang dicintai saja tidak bisa pegang komitmen, apalagi dengan orang yang tidak ada hubungan cinta, patut dipertanyakan integritasnya dalam memegang janji.
Apabila saya datang ke pernikahan X, berarti secara tidak langsung saya mendukung perilakunya.Â
Sebaliknya, ketidakhadiran saya mejadi bukti bahwa saya sangat tidak menyetujui perilakunya. Semoga ke depannya X lebih seriuss menjalani pernikahannya dan teguh memegang komitmen.Â
Menanamkan Pola Pikir yang Benar
Saya punya anak laki-laki yang suatu hari nanti tentunya juga akan menikah. Untuk itu, sejak dini saya berusaha menanamkan pola pikir dan teladan yang benar tentang nilai sebuah pernikahan.Â
Salah satunya adalah menekankan bahwa pernikahan merupakan sesuatu yang sakral, dan perceraian tidak diperkenankan.Â
Andaikata saya hadir di pernikahan X, bisa jadi anak saya akan berpikir, oh ternyata kalau menikah udah gak cocok, boleh ya bercerai. Mama papa juga kayaknya juga gak masalah. Buktinya mama papa datang ke pernikahan Om X.Â
Ini yang saya hindari. Jangan sampai anak saya berpikir kalau saya dan suami kompromi dengan perceraian. Kalau sampai pola pikir tersebut terekam oleh anak saya, bisa berpotensi tidak baik untuk kehidupan pernikahannya kelak.Â
Dengan ketidakhadiran kami, anak saya bisa melihat ketegasan sikap saya dan suami perihal pernikahan. Harapannya, teladan ini juga akan diadopsi dalam kehidupan dewasanya kelak.