Di dalam rumah itu sangat nyaman, semerbak harum kue yang sedang dikukus di dalamnya. Bernard berjalan masuk terus sampai ke bagian dapur. Untuk melihat, adakah orang di dapur yang mungkin sedang membuat kue. Percuma, tidak ada siapa – siapa di sana. Perlahan Bernard menaiki anak tangga dan mencoba membuka pintu kamar. Di dalam kamar ada dua orang anak laki – laki keturunan Inggris sedang tidur di masing – masing tempat tidurnya. Sang Ibu sedang duduk di salah satu tempat tidur dan membacakan dongeng kepada mereka berdua. Perlahan kedua anak itu mulai terlihat mengantuk. Mereka telah memejamkan mata mereka secara sempurna. Sang Ibu keluar dan melewati diri Bernard begitu saja. Bernard melihat kearah sepuluh jari tangannya. Sepertinya Bernard tidak bisa dilihat oleh Ibu itu. Sang Ibu yang memiliki rambut berwarna merah dan bermata biru itu menuruni anak tangga dan berjalan ke arah dapur. Langkah kakinya terdengar jelas di atas lantai kayu yang terlihat reyot. Ia membuka tungku dan mengambil pancake dari dalam tungku.
      Terdengar gemerisik di semak – semak pekarangan belakang rumahnya. Segerombolan pria masuk ke dalam rumah, membawa pedang dan clurit. Mereka masuk dengan paksa ke dalam rumah dan membongkar barang – barang di dalam rumah. Sepertinya ada yang mereka cari di dalam rumah ini. Mereka tidak mengambil perhiasan atau barang – barang berharga di rumah ini. Dua diantara mereka berhasil naik ke atas menaiki anak tangga dengan membabi buta. Mereka masuk ke dalam kamar anak – anak dan menyeret kedua anak itu dari atas tempat tidur mereka. Mereka kaget dan berusaha melepaskan diri. Usia kedua anak lelaki sang ibu itu masih sangat belia. Diperkirakan mereka masih berusia tiga atau empat tahun. Mereka meminta ampun, tetapi pria – pria sangar bertubuh sangat kekar itu menampar dan menarik rambut kedua anak kecil itu tanpa belas kasihan. Anak – anak kecil itu tidak berdaya, mereka menangis, meminta ampun, memanggil ibu dan ayah mereka.
Sementara di lantai satu
Ibu mereka di hajar oleh seorang pria yang salah satu matanya ditutupi oleh kain hitam. Wajahnya mengerikan, pori-pori wajahnya sebesar kulit jeruk membuat ia semakin seperti monster. Dengan tinggi badan hampir seratus sembilan puluh sentimeter. Ia menampar dan menjambak rambut wanita itu dan menghempaskan kepalanya ke arah dinding yang berdekatan dengan meja dapur.
Pria itu berkata dengan bengis, “ dimana suamimu yang bodoh itu ?  Di mana ia menyembunyikan zamrud bergambar kepala naga ? “
“ Aku tidak tahu apa maksudmu. “
“ Jangan pura – pura bodoh, cepat berikan atau kedua puteramu harus menerima akibatnya. “
“ Aku berkata sebenarnya, suamiku tidak pernah menceritakan hal itu padaku. “
Si pria besar itu naik pitam dan mengangkat wanita itu dan melemparkannya ke arah ruang makan. Sang wanita tidak sadarkan diri. Kedua putera mereka di seret dari kamar mereka, sedangkan pria besar masih membongkar setiap laci di dalam kamar tidur utama berharap untuk menemukan barang yang mereka cari. Anak – anak kecil tidak berdosa itu di hempaskan oleh mahkluk – mahkluk laknat dari susunan tangga keempat dari bawah dan mereka menangis. Mereka di tampar dan ditanyakan bertubi – tubi perihal zamrud sialan yang membuat siksaan yang mereka terima semakin menjadi – jadi.
“ Kami tidak tahu Om, “ tukas Bryan salah satu anak yang bahasa Indonesianya belum sempurna.
Sang adikpun berkata, “ Yes we have no idea about that, our parents never talk about that. Please let us go please. “