FIP mempunyai rumusan utnuk menggait penoton film internasional, seperti contoh film Korea “The Yellow Sea”
(2010) dan “The Wailing, ” (2016) yang laris di dunia internasional. Meski pada saat bersamaa, FIP memberikan
kebebasan sepenuhnya kepada para sineas Korea," imbuh dia.
Apakah FIP akan melakukan treatment yang sama dengan Wiro Sableng 212, dengan cita rasa Indonesia, tapi tetap
memasukkan bumbu Hollywood, sebagaimana pendekatannya kepada sineas dan rumah produksi Korea? Yang paling
peting, menurut Shandy, film ini akan mempunyai distribusi internasional selain di Indonesia. Lalu bagaimana dengan
sistem kerjasama dan pembagian hasilnya? Sejauh ini tidak dan belum dibuka, juga bujetnya besaran
pembuatannya. Alasannya klise, rahasia dapur tidak diperkenankan diketahui publik.
Lalu apa paramater FIP mau bekerjasama dengan film produksi lokal? Patokan utamanya tetaplah bisnis, dengan
cakupan jumlah penotnon yang besar, Indonesia adalah pasar yang menggiurkan. Contohnya di China, FIP sudah
banyak bekerjasama dengan sineas dan rumah produksi asli China. Seperti dalam menggarap bareng film "Hot