Mohon tunggu...
Benny Benke
Benny Benke Mohon Tunggu... -

the walkers. touch me at benkebenke@gmail.com,

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Arok...

13 Oktober 2016   12:16 Diperbarui: 13 Oktober 2016   13:14 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

“Kau naif, Arok.”

“Aku tak peduli. Aku telah melamarmu dengan banjir darah. Dan itu tidak murah.”

“Bagaimana bila suatu saat kau tak menjumpai lagi kebahagiaan bersamaku?”

“Persetan! Menyandingmu sudah lebih dari kebahagiaan.”

“Bagaimana dengan Ken Umang, istrimu terdahulu? Apakah dia sebahagia dirimu menerima kehadiranku sebagai permaisurimu?!”

“Jangan sekali pun kaubawa-bawa perempuan berbudi itu dalam urusanmu, Dedes!” Arok meninggikan suara untuk tetap mendudukkan Umang dalam hatinya. Angin mati sejenak. Dedes berpaling, menghindari tatapan mata sang suami. Dia tetap memberanikan diri bicara.

''Kau belum tahu siapa aku sebenarnya, Arok, dan mungkin tak akan pernah tahu. Timanglah masak-masak pemikiranmu sebelum ketelanjuran mengungkungmu. Bukankah mendiang suamiku sudah banyak bertutur tentang aku sebelum kau akhiri riwayatnya?!”

“Aku tahu, Dedes. Aku tahu. Jangankan aku, kau pun belum tahu siapa yang bersemayam dalam dirimu. Sudahlah, jangan berbelit. Aku sudah tahu alur perbincangan ini sejak awal.”

“Tidak sesederhana itu, Arok.”

“O, Dedes, kau berkepala batu seperti mendiang suamimu. Yang wajar sajalah. Ketahuilah, Dedes, hidup ini sederhana. Penafsirannya saja yang hebat-hebat. Ayolah, apakah kau akan terus mengkhusyuki kegelisahan-kegelisahanmu, sementara kau merindukan belaianku? Merindukan belaian seorang raja diraja yang sudi menerima permaisuri dari bekas musuh besarnya. Merindukan belaian seorang raja diraja yang mampu mengurai kusut keraguanmu. Merindukan kehangatan seorang raja diraja yang tulus menidurimu setelah kelelahan menghadapi lintas permasalahan yang mengadangmu. Enak bukan? Apa lagi!”

“Kalau suatu saat kau tak membutuhkan aku lagi, atau sebaliknya? Apakah kau akan mengakhiri riwayatku sebagaimana kauhabisi mendiang suamiku dan musuh-musuhmu? Tak pernahkah terbersit dalam benakmu akan kutelikung dirimu sebagaimana kau telikung Mpu Gandring, Kebo Ijo, dan lain-lainnya? Mungkin lebih baik kita tak perlu membelenggu diri dalam sebuah ikatan ketergantungan, sebelum ketelanjuran kebersamaan kita menciptakan tragedi yang lebih menyayat dan mengerikan.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun