Mohon tunggu...
Benjamin Simatupang
Benjamin Simatupang Mohon Tunggu... Lainnya - Ayah, suami dan anak

Just keep swimming!

Selanjutnya

Tutup

Politik

Militer, Demokrasi, dan Pancasila (Memperingati 100 Tahun TB Simatupang, 28 Januari 1920 - 2020))

27 Januari 2020   16:35 Diperbarui: 17 Februari 2024   18:00 1253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Peristiwa 17 Oktober 1952

Banyak pihak beranggapan 17 Oktober 1952 adalah sebuah usaha kup oleh pihak militer (bagi pembaca yang belum mengetahui mengenai Peristiwa 17 Oktober 1952, sila membaca tautan berikut https://nasional.kompas.com/read/2018/10/17/12410771/peristiwa-17-oktober-1952-ketika-tank-dan-meriam-mengarah-ke-istana?page=all 

722258249-5e2ee2e0d541df04c2037652.jpg
722258249-5e2ee2e0d541df04c2037652.jpg
Jenderal Nasution, di tahun 1958, dalam wawancara dengan Louis Fischer,  wartawan The New York Post (ia dua bulan berkeliling Indonesia, dan pengamatannya dituangkan dalam buku "The Story of Indonesia"), menyatakan, "I know the rebel colonels.  I know what rebellion is.  October 17, 1952, was half a coup.  It split the army into two camps.  The officer who took this action were divide, and before coup commenced, they were already quarrelling about jobs..." 

Tapi Pak Sim punya pendapat lain.  Ia berkeyakinan, 17 Oktober 1952 bukanlah kudeta/kup.  Satu dua hari setelah peristiwa 17 Oktober 1952, tanpa pemberitahuan sebelumnya, Pak Sim datang ke Markas Besar Angkatan Darat, dan masuk ke ruangan rapat yang tengah 'panas'.  

Saat Pak Sim duduk, Gatot Subroto berteriak, "Kapan?!"  Pak Sim menjawab, "Apanya yang kapan?!"  Gatot Subroto mengatakan, "Anda tahu apa yang kami maksud."  Pak Sim katakan, "Kalau itu yang dimaksud, sebetulnya tidak ada soal. 

 Kalau saya angkat telepon sekarang ini dan memerintahkan pengawal istana bahwa sejak saat ini tidak ada orang yang keluar atau masuk istana, maka kepresidenan itu tidak ada lagi.  

Nah, sekarang saudara-saudara harus bayangkan. Kekuasaan berada di tangan saudara-saudara, apa yang akan saudara-saudara jalankan selanjutnya dengan kekuasaan itu?"  Semua diam, melihat satu terhadap yang lain. 

Pak Sim selanjutkan katakan,"Siapa yang akan menjadi pemerintah?"  Ada yang menyahut, "Kita angkat pemerintah orang-orang sipil!" Pak Sim menukas, "Apakah itu kemungkinan?  Apakah mereka kebanyakan tidak akan menolak? Apabila saudara-saudara mau mengambil kekuasaan, saudara-saudara harus bersedia untuk memerintah sendiri!"  

Percakapan dilanjutkan, dan dari situ jelas bahwa mengambil alih kekuasaan tidak menjadi soal, tetapi apa yang akan dijalankan kemudian pada kekuasaan itu menjadi tanda tanya besar, dan belum tentu bahwa mengambil alih kekuasaan akan menciptakan jalan yang lebih baik.  

Selanjutnya, pak Sim menjelaskan, apa gunanya mengambil alih kekuasaan apabila akan tercipta keadaan yang lebih buruk.  Bahkan dengan demikian, akan terdapat preseden mengenai kudeta yang tidak ada habisnya, seperti yang terjadi di Amerika Latin.  Kawilarang, dalam biografinya, menyebutkan saat itu Pak Sim menyerukan, "Kritik boleh, tetapi coup, kudeta, tidak boleh!"

Pak Sim masih menguraikan, bahwa apabila diambil alih kekuasaan, maka siapapun yang akan memerintah di Jakarta, mempunyai kemampuan sangat terbatas untuk mengawasi komandan-komandan di daerah.  Dan keadaan itulah, yang di daratan Cina telah menimbulkan warlords-warlords, dan keadaan yang dikuasai warlords-warlords itulah yang pada suatu ketika membuka peluang bagi Partai Komunis Cina mengambil alih kekuasaan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun