Mohon tunggu...
Benjamin Simatupang
Benjamin Simatupang Mohon Tunggu... Lainnya - Ayah, suami dan anak

Just keep swimming!

Selanjutnya

Tutup

Politik

Militer, Demokrasi, dan Pancasila (Memperingati 100 Tahun TB Simatupang, 28 Januari 1920 - 2020))

27 Januari 2020   16:35 Diperbarui: 17 Februari 2024   18:00 1253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kalau Belanda mengajukan usul yang tidak masuk akal, ia bisa menjadi sedikit kasar.  Tetapi ia selalu tersenyum, memilih kata-katanya dengan hati-hati dan berani mengatakan dengan jelas apa yang dipikirkannya." 

Setelah Jenderal Sudirman wafat (tahun 1950), Pak Sim menggantikan posisinya sebagai Kepala Staf Angkatan Perang (KSAP), puncak dalam dunia kemiliteran, pada usia sangat muda, 29 tahun. Saat menjabat sebagai KSAP, Pak Sim mempunyai 3 obsesi:

1. Mulusnya integrasi ex-KNIL ke dalam TNI

2. Peran militer lambat laun makin tidak menonjol. 

Dalam mempelajari sejarah, Pak Sim memahami, banyak negara lahir dalam peperangan, tetapi hanya negara yang berhasil menciptakan suasana dan iklim damai setelah peperangan selesai, yang berhasil menjadi negara besar.  

Pak Sim secara sederhana, membandingkan antara generasi pembebas di Amerika Latin dan di Amerika Serikat. Di Amerika Latin, lama sejak pembebasan oleh Simon Bolivar dan Jose de San Martin, negara-negara di Amerika Latin berada dalam kondisi miskin, dan dilanda kudeta silih berganti.  Sementara Amerika Serikat menjadi negara yang makmur dan kuat, setelah melepaskan diri dari kolonialisme Inggris.       

Mengenai hal ini, Pak Sim saat itu melihat akan mempunyai arti simbolis yang besar, bila Presiden Soekarno tidak lagi memakai pakaian seragam setelah meninggalkan daerah perang kemerdekaan dan revolusi di Yogyakarta.  

Dalam pertemuan dengan Bung Karno, pak Sim mengambil contoh pengalaman di Jerman.  Di Jerman, sebelum Perang Dunia I tidak pernah ada gambar dari Kaisar tanpa memakai pakaian seragam, yang disebut das Ehrenkleid / pakaian kehormatan. Seolah-olah yang tidak memakai pakaian seragam tidak mempunyai kehormatan penuh, dan akibatnya adalah suasana militerisme berkembang di Jerman.  

Bung Karno dapat memberikan contoh dengan mengenakan pakaian sipil pada upacara-upacara militer.  Dengan demikian, jelas bahwa Bung Karno memperoleh pernghormatan bukan karena memakai uniform, tapi karena dia adalah kepala negara.  Reaksi Bung Karno : tidak berkata apa-apa.   

3. Mencegah terulangnya di Indonesia, pengalaman di negara-negara yang pernah mengalami perang rakyat, yaitu adanya instabilititas berkepanjangan.  Bahkan di Cina, akibat instabilitas berkepanjangan, parta komunis mengalahkan partai Kuomintang, dan komunisme mengganti ideologi San Min Chu-i.        

Tetapi bersamaan dengan telah tercapainya posisi puncak di dunia kemiliteran, mulailah pula jalan menurun, melalui peristiwa 17 Oktober 1952, karena tidak ada persesuaian paham dengan Bung Karno. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun