Artificial Intelligence (AI)
Ketika kita berbicara tentang AI, kebanyakan dari kita memikirkan dan membayangkan film fiksi ilmiah ala Holywood tentang robot yang mengambil alih tata kehidupan dunia.
Namun pada kenyataannya, AI tidak lebih dari disiplin ilmu yang mengeksploitasi data digital untuk memodelkan dunia nyata, seringkali dengan tujuan meningkatkan ketepatan/akurasi pengambilan keputusan.
Contohnya termasuk prakiraan cuaca berdasarkan satelit dan jutaan sensor yang dikerahkan di seluruh dunia, kendaraan tanpa pengemudi (self driving car/mobil otonom) yang menggunakan kamera yang dipasang di mobil dan jutaan jam materi yang direkam, perangkat lunak pengenalan wajah (face recognition) dengan database miliaran gambar manusia, dll.
Namun di sektor pertanian kenyatannya tertinggal di belakang dibandingkan bidang lain, tetapi dengan masuknya banyak sumber data baru baru-baru ini, kondisi ini diharapkan akan segera berubah.
Sektor Pertanian Beresiko Paling Tinggi
Dapatkah Anda membayangkan sebuah industri yang melibatkan banyak risiko daripada sektor pertanian? Pada sektor pertanian, anda menuai apa yang Anda tanam/tabur.
Tapi ada satu hal yang dilupakan yakni penambahan kalimat "jika Anda beruntung." Ketika cuaca menyerang atau tanaman terkena penyakit, para petani hampir tidak bisa berbicara dan berharap tentang hasil panen.
Atau ketika pandemi global melanda, tiba-tiba menjadi sulit untuk mengelola berbagai proses karena sebagian besar kekurangan tenaga kerja dan dilakukan secara digital.
Pada saat yang sama, populasi global tumbuh dan menjadikan bumi makin sesak, dan arus urbanisasi terus berlanjut. Pola Pendapatan dan kebiasaan konsumsi masyarakat berubah. Transaksi ekonomi bertransformasi kedalam bentuk digital, dan profesi pekerja banyak berubah.
Namun demikiaan, petani berada di bawah banyak tekanan untuk memenuhi permintaan yang meningkat, dan mereka membutuhkan berbagai cara untuk meningkatkan produktivitasnya.
Pada tahun-tahun yang akan datang, akan semakin banyak orang untuk diberi makan, jumlah tanah yang subur makin terbatas, dan semakin banyak kebutuhan untuk bergerak di luar pertanian tradisional.
Kita perlu mencari cara untuk membantu petani meminimalkan risiko berbisnis di sektor pertanian, atau setidaknya membuat sistem pertaniannya lebih mudah dikelola.
Menerapkan kecerdasan buatan Artificial Intelligence (AI) di bidang pertanian dalam skala regional dan global adalah salah satu peluang yang paling menjanjikan.
Penerapan AI akan mengurangi resiko petani atas kegagalan panen akibat cuaca maupun serangan hama penyakit tanaman.
AI berpotensi mengubah cara pandang masyarakat dalam mengelola sektor pertanian, hal ini memungkinkan petani mencapai lebih banyak hasil dengan sedikit usaha sambil membawa banyak manfaat lainnya.
Namun, AI bukanlah teknologi yang bekerja secara mandiri. Sebagai langkah selanjutnya dari pertanian tradisional ke pertanian inovatif, AI dapat melengkapi teknologi yang sudah diterapkan.
Para pemain Agribisnis perlu mengetahui bahwa AI bukanlah obat mujarab untuk menyelesaikan berbagai masalah pertanian.
Namun demikian, AI dapat membawa manfaat nyata untuk hal-hal kecil pada kegiatan sehari-hari dan menyederhanakannya untuk kehidupan petani dalam banyak hal.
Jadi bagaimana kita bisa menggunakan kecerdasan buatan untuk pertanian berkelanjutan? Apa saja peluang AI dalam pertanian dan bagaimana AI dapat membantu kita mengatasi tantangan yang ada?
Mengapa mengadopsi AI merupakan tantangan bagi petani
Petani cenderung menganggap AI sebagai sesuatu yang hanya berlaku di dunia digital. Mereka mungkin tidak melihat bagaimana AI dapat membantu mereka mengerjakan dan mengelola lahan fisik.
Ini bukan karena mereka konservatif atau waspada terhadap hal-hal yang tidak diketahui. Resistensi mereka disebabkan oleh kurangnya pemahaman tentang aplikasi praktis alat AI.
Teknologi baru sering kali tampak membingungkan dan terlalu mahal karena penyedia AgriTech (Agriculture Technology) gagal menjelaskan dengan jelas mengapa solusi mereka berguna dan bagaimana tepatnya mereka harus diterapkan. Inilah yang terjadi dengan kecerdasan buatan (AI) di bidang pertanian.
Meskipun AI dapat bermanfaat, masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan oleh penyedia teknologi untuk membantu petani menerapkannya dengan cara yang benar.
Bagaimana AI dapat berguna dalam pertanian
Pertanian melibatkan sejumlah proses dan tahapan, yang sebagian besar bersifat manual. Dengan melengkapi teknologi yang diadopsi, AI dapat memfasilitasi tugas yang paling kompleks dan rutin. Itu dapat mengumpulkan dan memproses data besar pada platform digital, menghasilkan tindakan terbaik, dan bahkan memulai tindakan itu ketika dikombinasikan dengan teknologi lain.
Menggabungkan kecerdasan buatan dan pertanian dapat bermanfaat untuk proses sebagai berikut:
AI membawa penghematan biaya
Satu pendekatan manajemen pertanian tertentu --- pertanian presisi --- dapat membantu petani menanam lebih banyak tanaman dengan sumber daya yang lebih sedikit. Pertanian presisi yang didukung oleh AI bisa menjadi hal besar berikutnya dalam pertanian. Pertanian presisi menggabungkan praktik pengelolaan tanah terbaik, teknologi tingkat variabel, dan praktik pengelolaan data paling efektif untuk membantu petani memaksimalkan hasil dan meminimalkan pengeluaran.
AI dapat memberi petani wawasan waktu nyata dari ladang mereka, memungkinkan mereka mengidentifikasi area yang membutuhkan irigasi, pemupukan, atau perawatan pestisida.
Selain itu, praktik pertanian inovatif seperti pertanian vertikal dapat membantu meningkatkan produksi pangan sambil meminimalkan penggunaan sumber daya.
Hasilnya adalah pengurangan penggunaan herbisida, kualitas panen yang lebih baik, keuntungan yang lebih tinggi, dan penghematan biaya yang signifikan.
AI mengatasi kekurangan tenaga kerja
Pekerjaan pertanian sulit, dan kekurangan tenaga kerja di industri ini bukanlah hal baru. Petani dapat mengatasi masalah ini dengan bantuan otomatisasi.
Traktor tanpa pengemudi, sistem irigasi dan pemupukan cerdas, penyemprotan cerdas, perangkat lunak pertanian vertikal, dan robot pemanenan berbasis AI adalah beberapa contoh bagaimana petani dapat menyelesaikan pekerjaan tanpa harus mempekerjakan lebih banyak orang. Dibandingkan dengan pekerja pertanian manusia mana pun, alat berbasis AI lebih cepat, lebih sulit, dan lebih akurat.
Proses adopsi teknologi yang panjang
Petani perlu memahami bahwa AI hanyalah bagian lanjutan dari teknologi sederhana untuk memproses, mengumpulkan, dan memantau data lapangan. AI membutuhkan infrastruktur teknologi yang tepat agar dapat berfungsi. Itu sebabnya bahkan peternakan yang sudah memiliki beberapa teknologi dapat merasa sulit untuk maju.
Ini juga merupakan tantangan bagi perusahaan perangkat lunak. Mereka harus mendekati petani secara bertahap, memberi mereka teknologi yang lebih sederhana terlebih dahulu, seperti platform perdagangan pertanian. Setelah petani terbiasa dengan solusi yang tidak terlalu rumit, masuk akal untuk meningkatkannya dan menawarkan sesuatu yang lain, termasuk fitur AI.
Kurangnya pengalaman dengan teknologi baru
Sektor pertanian di negara berkembang berbeda dengan sektor pertanian di Eropa Barat dan Amerika Serikat. Beberapa daerah dapat memperoleh manfaat dari pertanian kecerdasan buatan, tetapi mungkin sulit untuk menjual teknologi tersebut di daerah di mana teknologi pertanian tidak umum. Petani kemungkinan besar akan membutuhkan bantuan untuk mengadopsinya.
Oleh karena itu, perusahaan teknologi yang berharap untuk melakukan bisnis di wilayah dengan ekonomi pertanian yang sedang berkembang mungkin perlu mengambil pendekatan proaktif. Selain menyediakan produk mereka, mereka harus memberikan pelatihan dan dukungan berkelanjutan bagi petani dan pemilik agribisnis yang siap mengambil solusi inovatif.
Masalah privasi dan keamanan
Karena tidak adanya kebijakan dan regulasi yang jelas seputar penggunaan AI tidak hanya di bidang pertanian tetapi secara umum, pertanian presisi dan pertanian cerdas menimbulkan berbagai masalah hukum yang seringkali tidak terjawab.
Ancaman privasi dan keamanan seperti serangan siber dan kebocoran data dapat menyebabkan masalah serius bagi petani. Sayangnya, banyak peternakan yang rentan terhadap ancaman ini.
Bagaimana AI harus dikombinasikan dengan teknologi lain
Pemanfaatan teknologi merupakan keniscayaan bagi upaya peningkatan produksi pertanian di Indonesia maupun ASEAN, terutama dalam konteks mutu dan daya saing. Ketersediaan inovasi teknologi juga merupakan salah satu kunci peningkatan kesejahteraan petani dan menarik minat generasi muda dalam menciptakan aneka peluang bisnis turunan.
Oleh karena itu, pemerintah pun memandang penggunaan teknologi modern di sektor pertanian menjadi pilihan mutlak. Sejumlah lembaga riset pemerintah, seperti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Badan Penerapan Pengkajian Teknologi (BPPT), dan Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbangtan) Kementerian Pertanian, yang sejak tahun 2021 tergabung dalam Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Selain itu sejumlah perguruan tinggi baik negeri dan swasta (seperti UGM, ITB, IPB, dll) terus menggiatkan penciptaan inovasi berorientasi pada kebutuhan pengguna industri sektor pertanian, terutama bagi para petani.
Dalam konteks pemanfaatan teknologi ini, Kementerian Pertanian (Kementan) berinisiatif mengintensifkan produktivitas pertanian dengan mengimplementasikan teknologi/revolusi industri (IR) 4.0 di sektor pertanian.
Pada saat ini telah terdapat 5 (lima) teknologi utama yang menopang implementasi Industri 4.0, yaitu: Internet of Things (IoT), Computer Vision, Artificial Intelligence (AI), Human-Machine Interface (HMI), teknologi robotic, dan sensor, serta teknologi 3D Printing. Kesemuanya itu mentransformasi cara manusia berinteraksi hingga pada level yang paling mendasar. Implementasi Industri 4.0 juga diarahkan untuk efisiensi dan daya saing (Media Indonesia, Januari 2020).
Peran Sektor Pertanian (Tanaman Pangan) di ASEAN
Di luar Singapura dan Brunei Darusalam, 8 (delapan) Negara Anggota ASEAN (AMS) diikat dengan ciri yang hampir sama, yaitu bercorak pertanian.
Di sejumlah negara, sektor pertanian masih jadi gantungan hidup penting hidup penting bagi sebagian besar warga.
Bahkan, sektor pertanian menjadi penopang utama ekonomi dan penyumbang penting devisa buat negara, seperti di Indonesia, Thailand, Vietnam, Filipina, Myanmar, dan Malaysia.
Secara umum, daya saing komoditas pertanian tiap-tiap negara ASEAN amat beragam. Dalam komoditas beras, hampir semua negara anggota ASEAN berbasis pertanian beras. Budidaya padi merepresentasikan hampir 60% area pertanian di Indonesia, Myanmar, Thailand, dan Vietnam, serta mencapai 90% di Kamboja dan Laos.
Industri padi/gabah dan industri beras saling terkait dan saling memperkuat. Jika salah satu di antaranya melemah, kurang atau tidak diurus, keduanya akan melemah atau tidak terurus. Dalam produk hortikultura, seperti buah-buahan, Thailand merupakan saingan terberat Indonesia. Selama ini aneka buah-buahan Thailand menyerbu pasar Indonesia.
Di ASEAN, Indonesia unggul dalam sejumlah komoditas perkebunan, seperti sawit, kopi, kakao, dan teh. Indonesia produsen sawit terbesar di dunia, disusul Malaysia di posisi kedua. Kita produsen kopi robusta kedua dunia setelah Vietnam, produsen kakao ketiga di dunia setelah Pantai Gading dan Ghana, dan produsen teh kedua dunia. .
Peran Robot di Dalam Kehidupan Manusia
Robot yang dapat melaksanakan berbagai fungsi kerja secara otomatis saat ini telah banyak ditemukan. Hal itu dapat membantu memudahkan manusia dalam berbagai aspek termasuk urusan pertanian.
Peran robot dalam membantu manusia banyak dinilai sangat efektif dan efisien. Mulai dari dunia medis, forensik, pekerjaan kantor, produksi hingga perawatan rumah pun banyak yang memanfaatkan pengembangan teknologi berupa robot seperti itu.
Walau dalam beberapa bidang juga masih menuai pro dan kontra untuk penggunaannya, robot yang dilengkapi dengan AI (kecerdasan buatan) akan terus diteliti dan dikembangkan untuk bidang-bidang yang memang sudah mengembangkannya.
Hal itu membuat pengembangan robot semakin gencar dilakukan karena manfaatnya yang diklaim telah banyak memudahkan manusia. Bisakah urusan bertani juga bisa diringankan dengan keberadaan robot pintar yang dilengkapi dengan kecerdasan buatan alias artificial intelligence (AI)? Bagaimana robot di dunia pertanian itu dikembangkan, dan bagaimana peran petani ke depannya?
Implementasi AI pada Robot dalam Dunia Pertanian
Robot dalam dunia pertanian sudah dikembangkan sejak beberapa tahun terakhir ini. Bahkan penggunaan robotpun kini terus meningkat di berbagai Negara, termasuk di Negara Anggota ASEAN (AMS), terutama di Indonesia, Thailand, dan Malaysia.
Generasi pertama robot dalam dunia pertanian adalah pengembangan traktor yang dilengkapi dengan teknologi komputerisasi, sehingga traktor tersebut dapat bekerja secara otomatis sesuai kemauan pemiliknya.
Robot traktor tersebut sudah mampu melakukan penanaman tanaman secara lebih presisi (tepat). Selain itu, robot-robot agrikultur yang dilengkapi dengan teknologi AI ini ternyata dapat meningkatkan ketepatan dalam mengurangi penggunaan bahan kimia/pestisida pada tanaman pangan.
Peran teknologi AI ini bisa menjadikan robot bermanfaat yang mampu mengurangi penggunaan bahan kimia dan pestisida hingga 10 persen dalam satu tahun.
Robot pintar ini juga bahkan diklaim dapat membantu mencegah kerusakan yang terjadi pada tanah sebagai media tanam. Kandungan nutrisi yang ada di dalam tanah lebih mudah dikontrol dan terjaga. Hasilnya dapat dilihat dari tanaman yang lebih cepat tumbuh, lebih sehat dan lebih banyak hasilnya.
Robot pertanian dengan sistem AI ini bahkan telah menunjukkan kemampuan yang lebih baik dan efesien daripada robot-robot di dunia pabrikasi dan produksi. Pemanfaatan robot untuk pertanian ini bahkan pada beberapa tahun kedepan dapat dioperasikan dengan menggunakan melalui aplikasi gawai (hand phone) yang terkoneksi dengan internet.Dengan peran teknologi, profesi petani ke depannya diprediksi juga akan banyak meningkatkan minat orang muda untuk terjun ke dunia agrikultur ini.
Rekomendasi Implementasi AI pada Sektor Pertanian ASEAN
Saat ini (2022) penduduk ASEAN 630 juta jiwa atau sebesar 8,4% dari total populasi dunia atau nomor 3 terbesar di dunia. Dengan asumsi konsumsi per kapita ASEAN mencapai110 kg per tahun, maka di proyeksikan konsumsi total beras ASEAN per tahun mencapai 6,9 milyar ton.
Kondisi ini menjadikan ASEAN sebagai konsumen beras terbesar di dunia. Tingginya konsumsi beras ini akan memaksa sektor pertanian ASEAN menimplementasikan AI pada kegiatan produksinya.
Penggunaan drone komersial maupun robot dengan menanamkan kecerdasan buatan (AI) adalah salah satu solusi meningkatkan produktivitas pertanian. Drone dapat menggunakan teknik pemrosesan gambar dan pembelajaran mendalam untuk menentukan "zona manajemen" yang berbeda ditentukan di dalam bidang pertanian. Robot-robot canggih yanhg dilengkapi AI dalam system kerjanya akan mendongkrak produktivitas sektor pertanian.
Hal tersebut bertujuan untuk menjawab kebutuhan pangan di ASEAN yang semakin meningkat tiap tahunnya.
***
Oleh Benito Rio Avianto
Ahli Ekonomi ASEAN/Analis Kebijakan Ahli Muda-Kementerian Kooerdinator Bidang Perekonomian
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H