Di atas mimbar pemuka agama menengadahkan tangan. Di negeri kering dan dahaga, apa yang lebih dibutuhkan dari cinta? "Datanglah musim kasih sayang," ia berseru, seraya menitikkan air mata. Â
Di palung laut terdalam, yang ada hanyalah kelam dan hitam. Musim tak mampu merayu alam. Hari pun tiada pernah tertuang, musim terlalu kelu membedakan rindu, cinta, atau sekadar kata ragu.Â
Aku masih duduk di selasar rindu dalam diam
Mencoba membenahi sketsa yang mulai usang
Sementara bulir embun mulai luruh di atas kelopak yang mulai meledung
Dalam setiap doa pada dini hari
Aku  cukup meminta
Agar hanya ada dua musim di hati
Mencintai dan menyayangiÂ
Ternyata setumpuk rindu masih belum bisa mengurai selarik ragu
Puisi karya (Zaldy Chan, Katedrarajawen, Indra Rahardan, Â Lintang Ayu D, swarna)
***
"Hari Tanpa Hujan"
Bila aku tak berbicara tentang hujan, bukan berarti hatiku sedang kemarau. Begitupun bila aku mengirimkan gambar tanah-tanah yang pecah, pepohonan yang ranggas, jangan kausimpulkan aku sedang menyembunyikan air mataÂ
Hujan, kemarau, hanya peralihan musim. Kita ada di dalamnya. Kita yang membuat ceritanyaÂ
Musim bukan hanya tentang seberapa kering bumi yang kita pijak
Musim bukan hanya tentang angin yang menerbangkan debu dan dedaunan
Juga bukan tentang keluh kesah petani di sawah