Cerita lain, ada bukit di sebelah timur rumah. Perbukitan yang disebut gunung mBaong, dekat Kebun Raya. Ketika berjalan-jalan di Kebun Raya yang mulai sepi (tidak seramai dulu), terlihat banyak puluhan kera. Heran juga, kenapa jadi ada kera liar.
Iseng sambil beli es di kedai dalam Kebun Raya kutanyakan tentang puluhan kera itu dari mana, ternyata mereka datang dari Gunung mBaong. Rupanya di sana sudah berkurang persediaan makanannya, alias kekeringan. Mereka datang ke Kebun Raya bukan untuk rekreasi tapi memetik buah-buahan yang ada di Kebun Raya atau menunggu diberi oleh pengunjung. Kasihan ya.
***
Begitulah warna musim. Kemarau dan hujan sama-sama dinanti, ada berjuta kisah dan kenangan dibalik kerontang dan guyuran airnya.
Setiap musim akan membawa rasa berbeda pada penikmatnya pada diri dan hati setiap insan.
Sebagai manusia biasa cuma bisa selalu berdoa agar alam ini tetap seimbang. Kadang harus ada yang dikorbankan untuk menjaga keseimbangan.
Aku selipkan sebuah puisi ya,
Musim.
Pagi tak lagi mengantarkan butiran embun, Hari ini berganti secabik mendung yang bergelayut di bilik lamun.Â
"Mungkinkah abadi?"
Tanyamu ditelan ragu. Dan aku yang tersesat bisu.
Pelukis menghentikan sayatan pada kanvas. Pelangi, hujan dan mentari telah terlepas. Keinginan, harapan dan kehangatan meleleh di balik awan. Dunia dalam gambaran serupa gurun Sahara.Â