Tanpa kusadari embun di mataku yang kutahan sejak kedatangannya telah luruh, tak kupungkiri aku pun merindukan semua itu. Johan beranjak dari tempat duduknya dan menghampiriku. Aku hanya terdiam kaku saat jemarinya mengusap air mataku.
Kuhentikan tangannya ketika mulai mengelus perutku.
"Biarkan anakku merasakan kehadiranku."
"Yang kau lakukan akan membuatku makin tak menentu."
"Aku akan memilikimu lagi."
"Johan, masih ingat bukan nasehat ustad ketika kita akan menikah? Kita tak bisa bersama lagi sebelum aku menikah dengan orang lain."
"Iya, Sari. Pernikahan telah kupermainkan. Betapa konyolnya aku."
"Bahagialah bersama Sonia, semoga aku baik-baik saja. Tak perlu dikhawatirkan."
Telapak tangan Johan masih menempel di perutku ketika kurasakan gerakan bayiku dan makin keras, Â hingga aku berdesis kesakitan.
"Dia merasakan hadirmu, Han."
Johan memandangku, matanya berkaca-kaca.
"Aku mau ke belakang dulu ya." Tiba-tiba aku merasakan perutku mulas dan sakit yang hebat ketika akan berdiri.