"Sengaja tidak aku ajak, Â aku bilang sedang ada kerja luar kota."
"Kamu dari ibu ya? pasti ibu akan cerita dimana aku. Bagaimana kamu tiba-tiba ingin menemuiku, Â bukan kah sudah ada Sonia."
"Awalnya aku percaya dengan yang kamu ucapkan saat bertemu di prakter dokter Rima, entah seolah ada yang menggerakkanku, kemarin usai aku mengantar Sonia periksa, Â aku kembali menemui dokter Rima, Â menanyakan dirimu yang berkunjung waktu itu."
"Owh."
"Owh? Hanya itu? Tidakkah kau ingin memberi tahu aku?"
Aku masih terdiam mencoba menata detak jantung, Â agar semua penjelasanku bisa dia terima.
"Aku memang bodoh Sari, Â lima tahun kita bersama masih belum bisa melihat kebaikan dan kesetiaanmu. Mengapa kamu tidak marah padaku? Tidak ada perlawanan sama sekali atas sikapku saat bertemu Sonia lagi."
"Karena janji itu harus ditepati Johan, bukankah yang meminta ada perjanjian di awal adalah dirimu, Â maka aku serahkan semua keputusan padamu. Walau sebenarnya itu sangat pahit buatku, Â tapi aku harus menghargai maumu, karena bila bersama tanpa ada rasa cinta, aku takut akan terjadi sesuatu di belakangku."
"Ahhh, Â aku benar-benar membuat hidupmu rumit, Â itu --- anakku kan?"
"Apakah kau pernah melihatku bersama lelaki lain?"
"Aku tak bisa bayangkan kamu menanggung sendiri. Aku buta ketika Sonia datang. Maafkan aku Sari."