Pagi ini sangat tepat menghangatkan tubuh di halaman bermandi sinar mentari, Â sambil menata tanaman yang menghiasi rumah nenek. Sebuah mobil memasuki halaman. Apakah tamu nenek atau saudara yang datang. Pintu mobil terbuka, Â seseorang keluar dari lalu berdiri memandangku lekat. Aku tak bisa bersembunyi lagi. Hanya berusaha tetap tenang. Dia berjalan menghampiri. Â Aku hanya bisa memberikan senyuman dan menyapa layaknya pada seorang teman.
"Sari, bagaimana kabarmu?"
Johan terlihat lelah wajahnya kuyu, dia memandang ke arah perutku. Aku masih diam mematung. Walau sudah kuperkirakan dia akan tahu tapi tetap aku merasa terkejut tiba-tiba dia datang.
"Sari, Â maafkan aku sudah membuatmu ... , hah betapa sialnya aku."
"Masuk yuk, tadi nenek buat minuman mentimun dan memasak enak." Aku tetap bersikap semua tak ada masalah.
"Di beranda apa mau di dalam? Tapi sepertinya enak di beranda ya, Â sambil lihat tanaman nenek yang mulai berbunga."
Johan memandangku terus, sampai aku salah tingkah dibuatnya."
"Jelaskan Sari."
"Aku ambil minum ya."
Aku sudah siap, semua pasti aku jelaskan padanya, Â kami harus bisa menerima kenyataan konyol ini. Ya! Kami terjebak pada perjanjian konyol yang dibuat oleh Johan sendiri atas nama cinta dan setianya pada Sonia. Aku hanya pengganti sementara di sisihnya selama Johan menanti doanya terkabul. Ketika itu aku juga dalam luka, Â saat ditinggalkan kekasih untuk selamanya.
"Ini minum dulu, Â pasti lelah perjalanan jauh, jangan sampai sakit. Sonia mana?"